Oleh: Asy Syaikh Muhammad bin Sulaiman At Tamimi
Bismillahir-rahmanir-rahim
(Dengan nama Allah yang Maha Pengasih Maha Penyayang)
Aku mohon kepada Allah yang Maha Pemurah, Rabb ‘arsy yang agung, agar Allah menjadikan engkau sebagai wali-Nya di dunia dan akhirat, agar Allah menjadikan dirimu senantiasa diberkahi di mana pun engkau berada, dan semoga Allah menjadikanmu termasuk hamba-Nya yang jika diberi anugerah bersyukur, jika diberi cobaan bersabar, dan jika berbuat dosa beristighfar, karena ini sesungguhnya tiga perkara ini adalah tanda-tanda kebahagiaan.
Ketahuilah –semoga Allah menunjukimu untuk mentaati-Nya -, bahwa sesungguhnya Al Hanifiyyah, ajaran Nabi Ibrahim ‘alaihis salam adalah engkau mengibadahi Allah dengan mengikhlaskan agama ini hanya bagi-Nya, sebagaimana firman Allah:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِِ
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku. (Adz-Dzariyaat1: 56)
Dan bila Anda telah mengetahui bahwa Allah menciptakanmu untuk beribadah kepada-Nya, maka ketahuilah bahwa ibadah tidak disebut ibadah kecuali bila disertai dengan tauhid. Sebagaimana shalat, tidaklah disebut shalat bila tidak disertai dengan bersuci. Bila ibadah tersebut dimasuki syirik, maka rusaklah ibadah itu, sebagaimana hadats yang masuk ke dalam thaharah.
Jika engkau telah mengetahui bahwa syirik jika bercampur dengan ibadah maka syirik akan merusak ibadah, membatalkan amalan, dan menyebabkan pelakunya termasuk orang-orang yang kekal di dalam neraka, maka engkau akan mengetahui bahwa perkara yang penting bagimu untuk mengetahuinya, semoga Allah meloloskanmu dari jaring-jaring ini, yaitu syirik kepada Allah, di mana Allah berfirman tentangnya:
إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya.” (An- Nisaa’: 48)
Terbebasnya engkau dari jaring-jaring kesyirikan ini bisa engkau dapatkan dengan mengenali empat kaidah yang Allah sebutkan di dalam Al Qur’an.
Kaidah Pertama: Hendaknya engkau mengetahui bahwasanya orang-orang kafir yang diperangi oleh Rasululllah shallallahu ‘alaihi wasallam mengakui bahwa Allah ta’ala-lah Sang Pencipta dan Yang Maha Mengatur, AKAN TETAPI PENGAKUAN MEREKA INI TIDAKLAH MEMASUKKAN MEREKA KE DALAM ISLAM.
Dalilnya adalah firman Allah ta’ala:
قُلْ مَنْ يَرْزُقُكُمْ مِنْ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ أَمَّنْ يَمْلِكُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَمَنْ يُخْرِجُ الْحَيَّ مِنْ الْمَيِّتِ وَيُخْرِجُ الْمَيِّتَ مِنْ الْحَيِّ وَمَنْ يُدَبِّرُ الْأَمْرَ فَسَيَقُولُونَ اللَّهُ فَقُلْ أَفَلَا تَتَّقُونَ
“Katakanlah: ‘Siapa yang memberi rezeki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapa yang kuasa (menciptakan) pendengaran dan penglihatan, dan siapa yang mengeluarkan yang mati dari yang hidup, dan siapa yang mengatur segala urusan?’ Maka mereka akan menjawab: ‘Allah’. Maka katakanlah: ‘Mengapa kamu tidak bertakwa (kepada-Nya).” (Yunus: 31)
Kaidah Kedua: Orang-orang musyrikin berkata: “Kami tidak berdo’a menghadapkan hati kami kepada mereka (Nabi, malaikat, orang-orang, dan yang selain itu -pent) kecuali untuk meminta kedekatan kepada Allah, untuk meminta syafa’at.
Dalil tentang mendekatkan diri yaitu firman Allah:
وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مِنْ دُونِهِ أَوْلِيَاءَ مَا نَعْبُدُهُمْ إِلَّا لِيُقَرِّبُونَا إِلَى اللَّهِ زُلْفَى إِنَّ اللَّهَ يَحْكُمُ بَيْنَهُمْ فِي مَا هُمْ فِيهِ يَخْتَلِفُونَ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي مَنْ هُوَ كَاذِبٌ كَفَّارٌ
“Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): “Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya”. Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka berselisih padanya. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang pendusta dan sangat ingkar” (Az-Zumar: 3)
Adapun dalil tentang syafa’at yaitu firman Allah:
وَيَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ مَا لَا يَضُرُّهُمْ وَلَا يَنْفَعُهُمْ وَيَقُولُونَ هَؤُلَاءِ شُفَعَاؤُنَا عِنْدَ اللَّهِ
“Dan mereka menyembah selain Allah apa yang tidak dapat mendatangkan kemudharatan kepada mereka dan tidak pula kemanfa’atan, dan mereka berkata: “Mereka itu adalah pemberi syafa’at kepada kami di sisi Allah”. (Yunus: 18)
Syafa’at itu ada 2 macam:
• Syafa’at manfiyah (yang ditolak)
• Syafa’at mutsbatah (yang diterima)
Syafa’at manfiyah (yang tertolak) adalah SYAFAAT YANG DIMINTA DARI SELAIN ALLAH dalam perkara yang tidak dimampui kecuali hanya oleh Allah. Dalilnya adalah firman Allah:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَنفِقُوا مِمَّا رَزَقْنَاكُمْ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَ يَوْمٌ لَا بَيْعٌ فِيهِ وَلَا خُلَّةٌ وَلَا شَفَاعَةٌ وَالْكَافِرُونَ هُمْ الظَّالِمُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, belanjakanlah (di jalan Allah) sebagian dari rezki yang telah Kami berikan kepadamu s ebelum datang hari yang pada hari itu tidak ada lagi jual beli dan tidak ada lagi persahabatan yang akrab dan tidak ada lagi syafa’at. Dan orang-orang kafir itulah orang-orang yang zhalim. (Al-Baqarah: 254)
Syafa’at mutsbatah adalah SYAFA’AT YANG DIMINTA DARI ALLAH. Pemberi syafa’at adalah orang dimuliakan dengan syafa’at tersebut, adapun orang yang diberikan syafa’at adalah orang yang diridhai oleh Allah baik ucapan maupun perbuatannya, serta setelah diberi izin oleh Allah ta’ala, sebagaimana yang Allah firmankan;
مَنْ ذَا الَّذِي يَشْفَعُ عِنْدَهُ إِلَّا بِإِذْنِهِ
“Siapakah yang mampu memberi syafa’at disamping Allah tanpa izin-Nya?” (Al-Baqarah: 255)
Kaidah Ketiga:
Sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam diutus kepada umat manusia yang berbeda-beda peribadatannya. Di antara mereka ada yang menyembah malaikat. Di antara mereka ada yang menyembah para nabi dan orang-orang shalih, di antara mereka ada yang menyembah pepohonan dan batu-batu, di antara mereka ada yang menyembah mentari dan rembulan. Mereka ini (apapun yang mereka sembah selain Allah –pent) diperangi oleh Rasululllah shallallahu alaihi wasallam tanpa dibeda-bedakan. Dalilnya adalah firman Allah:
وَقَاتِلُوهُمْ حَتَّى لَا تَكُونَ فِتْنَةٌ وَيَكُونَ الدِّينُ لِلَّهِ
“Dan perangilah mereka sehingga tidak ada lagi kesyirikan, dan agama ini hanya untuk Allah semuanya.”(Al-Baqarah: 193)
Sedangkan yang menunjukkan mereka beribadah kepada matahari dan bulan adalah firman Allah:
وَمِنْ آيَاتِهِ اللَّيْلُ َالنَّهَارُ وَالشَّمْسُ وَالْقَمَرُ لا تَسْجُدُوا لِلشَّمْسِ وَلا لِلْقَمَرِ وَاسْجُدُوا لِلَّهِ الَّذِي خَلَقَهُنَّ إِنْ كُنْتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ
“Dan sebagian dari tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah malam, siang, matahari dan bulan. Janganlah bersujud kepada matahari dan janganlah (pula) kepada bulan, tetapi bersujudlah kepada Allah Yang menciptakannya, jika kamu hanya kepada-Nya saja menyembah.”(Fushilat: 37)
Dalil peribadahan kepada malaikat:
وَلَا يَأْمُرَكُمْ أَنْ تَتَّخِذُوا الْمَلَائِكَةَ وَالنَّبِيِّينَ أَرْبَابًا
Dan (tidak wajar pula baginya) menyuruhmu menjadikan malaikat dan para nabi sebagai Rabb. (Al Imran: 80)
Dalil yang menunjukkan peribadahan kepada para nabi adalah:
وَإِذْ قَالَ اللَّهُ يَا عِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ أَأَنتَ قُلْتَ لِلنَّاسِ اتَّخِذُونِي وَأُمِّي إِلَهَيْنِ مِنْ دُونِ اللَّهِ قَالَ سُبْحَانَكَ مَا يَكُونُ لِي أَنْ أَقُولَ مَا لَيْسَ لِي بِحَقٍّ إِنْ كُنتُ قُلْتُهُ فَقَدْ عَلِمْتَهُ تَعْلَمُ مَا فِي نَفْسِي وَلَا أَعْلَمُ مَا فِي نَفْسِكَ إِنَّكَ أَنْتَ عَلَّامُ الْغُيُوبِ
Dan (ingatlah) ketika Allah berfirman: “Hai Isa putra Maryam, adakah kamu mengatakan kepada manusia: “Jadikanlah aku dan ibuku dua sesembahan selain Allah?” Isa menjawab: “Maha Suci Engkau, tidaklah patut bagiku mengatakan apa yang bukan hakku (mengatakannya). Jika aku pernah mengatakannya maka tentulah Engkau telah mengetahuinya. Engkau mengetahui apa yang ada pada diriku dan aku tidak mengetahui apa yang ada pada diri Engkau. Sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui perkara yang gaib-gaib”. (Al Ma’idah: 116)
Dan dalil larangan beribadah kepada orang-orang shalih adalah:
أُوْلَئِكَ الَّذِينَ يَدْعُونَ يَبْتَغُونَ إِلَى رَبِّهِمْ الْوَسِيلَةَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ وَيَرْجُونَ رَحْمَتَهُ وَيَخَافُونَ عَذَابَهُ
“Orang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan kepada Rabb mereka siapa di antara mereka yang lebih dekat (kepada Allah) dan mengharapkan rahmat-Nya dan takut akan azab-Nya.” (Al-Ishra: 57)
Dalil yang menunjukkan peribadatan kepada pohon-pohon dan bebatuan,
أَفَرَأَيْتُمْ اللَّاتَ وَالْعُزَّى* وَمَنَاةَ الثَّالِثَةَ الْأُخْرَى
Maka apakah patut kamu (hai orang-orang musyrik) menganggap Al Laat dan Al Uzza, dan Manat yang ketiga, yang paling terkemudian (sebagai anak perempuan Allah)?(An Najm: 19-20)
Dan juga hadits Abu Waqid Al Laitsi radhiyallahu ‘anhu:
خَرَجْنَا مَعَ النَّبِي -صلى الله عليه وسلم- إِلَى حُنَيْن وَنَحْنُ حُدَثَاءُ عَهْدٍ بِكُفْرٍ، وَلِلْمُشْرِكِيْنَ سِدْرَةٌ يَعْكِفُوْنَ عِنْدَهَا وَيَنَوِّطُوْنَ بِهَا أَسْلِحَتَهُمْ يُقَالُ لَهَا: ذَاتُ أَنْوَاطٍ، فَمَرَرْنَا بِسِدْرَةٍ فَقُلْنَا: يَا رَسُوْلَ اللهِ إِجْعَلْ لَنَا ذَاتَ أَنْوَاطٍ كَمَا لَهُمْ ذَاتُ أَنْوَاطٍ
“Kami keluar bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menuju Hunain. Waktu itu kami adalah orang-orang yang baru masuk Islam. Dan orang-orang musyrik mempunyai pohon untuk beri’tikaf dan menggantungkan senjata. Tempat itu dikenal sebagai Dzaatu Anwath. Lalu kami melalui sebuah pohon lalu kami mengatakan kepada beliau: “Wahai Rasulullah, buatlah bagi kami Dzatu Anwath seperti yang dimiliki oleh orang-orang musyrik.
Kaidah Keempat: Sesungguhnya kaum musyrik di zaman kita lebih parah kesyirikannya dibanding musyrikin terdahulu. Sebabnya, para musyrikin zaman dahulu, mereka berdo’a secara ikhlas kepada Allah ketika mereka dalam keadaan sempit, akan tetapi mereka berbuat syirik ketika mereka dalam keadaan lapang.
Sedangkan orang-orang musyrik zaman sekarang, mereka terus menerus melakukan perbuatan syirik, baik dalam keadaan sempit maupun ketika dalam keadaan lapang. Hal ini sebagaimana diterangkan Allah dalam Al Qur’an:
فَإِذَا رَكِبُوا فِي الْفُلْكِ دَعَوْا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ فَلَمَّا نَجَّاهُمْ إِلَى الْبَرِّ إِذَا هُمْ يُشْرِكُونَ
“Maka apabila mereka naik kapal mereka berdo’a kepada Allah dengan memurnikan keta’atan kepada-Nya, maka tatkala Allah menyelamatkan mereka sampai ke darat, tiba-tiba mereka (kembali) mempersekutukan (Allah).” (Al-Ankabut: 65-66)
Tamat, semoga shalawat dan salam tercurah kepada sayyidina Muhammad, kepada pengikut, serta para sahabat beliau.
Diterjemahkan di Sidayu, Gresik pada hari Jum’at 25 Dzulqa’dah 1430 H – 13 November 2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar