Minggu, 26 Februari 2012

Memahami Silaturahmi

Tanya:


Apakah silaturahmi hanya boleh dilakukan dalam lingkungan keluarga sendiri, tidak boleh pada lingkungan orang lain? 


Jawaban:

Silaturahmi diambil dari kata-kata shilah dan rahim. Shilah berarti menyambung sedangkan rahim atau rahm adalah kekerabatan atau sebab-sebabnya (Mu’jam Wasith 1/335).

Terdapat perselisihan di antara ulama tentang batasan kerabat yang wajib disambung dan haram untuk diputus. Ada tiga pendapat dalam hal ini.

Pertama, kerabat yang masih berstatus mahram. Artinya seandainya salah satunya laki-laki dan yang lain perempuan maka tidak boleh menikah. Menurut pendapat ini maka anak paman dan anak bibi tidak termasuk kerabat yang tetap wajib disambung. Ulama yang berpendapat semisal ini beralasan terlarangnya menikahi seorang perempuan dengan bibinya sekaligus. Hal ini tidaklah diharamkan melainkan karena dikhawatirkan putusnya hubungan kekerabatan. Sehingga jika bukan mahram maka tidak ada hubungan kekarabatan yang dikhawatirkan putus.

Kedua, kerabat yang masih berstatus ahli waris. Yang berpendapat semisal ini berdalil dengan hadits,

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَجُلٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَنْ أَحَقُّ بِحُسْنِ الصُّحْبَةِ قَالَ « أُمُّكَ ثُمَّ أُمُّكَ ثُمَّ أُمُّكَ ثُمَّ أَبُوكَ ثُمَّ أَدْنَاكَ أَدْنَاكَ ».

Dari Abu Hurairah, ada seorang yang bertanya, “Ya, rasulullah siapakah orang yang paling berhak kuperlakukan dengan baik?” Nabi bersabda, “Ibumu, kemudian ibumu, kemudian ibumu, kemudian bapakmu, kemudian kerabat yang dekat dan yang dekat” (HR Muslim no 6665).

Dalam hadits ini hubungan yang Nabi perintahkan untuk tetap dipelihara adalah kerabat yang dekat. Yang dimaksud kerabat yang dekat adalah yang masih berstatus ahli waris.

Ketiga, semua kerabat baik mahram ataukah bukan, ahli waris ataukah bukan.
Pendapat ketiga ini dikomentari oleh Syeikh Abdullah Al Bassam, “Ini merupakan pendapat yang kuat namun bentuk menjalin hubungan kekerabatan itu berbeda-beda tergantung kedekatan hubungan dan kemampuan serta kebutuhan” (Lihat Taudhih al Ahkam 7/324-325).

Inilah pengertian rahim yang dimaksudkan dalam hadits-hadits yang menjelaskan keutamaan silaturahmi. Oleh karena itu tidaklah tepat menggunakan hadits-hadits tentang keutamaan silaturahmi untuk memotivasi agar menjaga hubungan baik dengan sesama muslim dengan saling berkunjung saat hari raya atau yang lainnya.
Meskipun sesama muslim itu saudara,

الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Muslim itu saudara bagi muslim yang lain” (HR Bukhari no 6951 dan Muslim no 6743 dari Ibnu Umar). Namun ini adalah ikatan kekerabatan dengan pengertian yang luas, sebagaimana yang dijelaskan oleh al Qurthubi.

قَالَ الْقُرْطُبِيّ : الرَّحِم الَّتِي تُوصَل عَامَّة وَخَاصَّة ، فَالْعَامَّة رَحِم الدِّين وَتَجِب مُوَاصَلَتهَا بِالتَّوَادُدِ وَالتَّنَاصُح وَالْعَدْل وَالْإِنْصَاف وَالْقِيَام بِالْحُقُوقِ الْوَاجِبَة وَالْمُسْتَحَبَّة . وَأَمَّا الرَّحِم الْخَاصَّة فَتَزِيد لِلنَّفَقَةِ عَلَى الْقَرِيب وَتَفَقُّد أَحْوَالهمْ وَالتَّغَافُل عَنْ زَلَّاتهمْ

Beliau mengatakan, “Rahim (kekerabatan) yang wajib dijaga itu ada dua, kekerabatan dalam makna luas dan kekerabatan dalam makna sempit. Kekebatan dalam makna luas adalah kekerabatan karena agama. Kekerabatan ini wajib dijaga dengan saling mencintai, saling memberi nasihat, bersikap adil dan menunaikan hak sesama muslim baik yang wajib maupun yang dianjurkan.
Sedangkan kekerabatan dalam makna sempit itu dijaga dengan memberi bantuan materi kepada kerabat, memperhatikan keadaan mereka dan mudah melupakan kesalahan mereka” (Fathul Bari karya Ibnu Hajar, 17/115).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar