Jumat, 23 Maret 2012

Faedah Mengikuti Sunnah

Ketika mendengar kata "sunnah" maka yang  terlintas dalam benak kebanyakan kaum muslimin adalah perkara-perkara  yang tidak wajib, sekedar sunnah (anjuran), tidak apa-apa ditinggalkan.  Bahkan di antara mereka sampai ada yang mengatakan kepada orang yang  mengerjakan sunnah, "Lho, kan sekedar sunnah, tidak berdosa kalau  ditinggalkan, mengapa repot-repot mengerjakannya!!!" atau ucapan yang  mirip dengan itu. Dengan ucapannya itu, mereka mengartikan sunnah  sebagai perkara yang makruh yaitu lebih baik ditinggalkan dengan bukti  keheranan mereka terhadap orang yang melaksanakan sunnah. Innaa lillaahi  wa innaa ilaihi rooji'uun.


Ini adalah musibah yang menimpa ummat Islam. Tidakkah mereka mendengar  sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam : "Barangsiapa yang  membenci sunnahku, maka ia bukan golonganku." (Muttafaqun 'alaih dari  Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu). Padahal kita mengetahui bahwa segala  sesuatu yang disandarkan kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa  sallam \[yang teriwayatkan dalam hadits yang shahih] baik ucapan,  perbuatan, ketetapan ataupun sifat beliau adalah sunnah (jalan dan  petunjuk) beliau yang mencakup perkara-perkara yang wajib dan yang  sunnah (yaitu anjuran yang selayaknya bagi ummatnya berlomba-lomba  melaksanakannya).


Bahkan Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiyallahu 'anhu sebagai ummatnya yang  terbaik, sampai menyatakan: "Aku tidak pernah meninggalkan satu sunnah  pun yang dikerjakan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam  melainkan aku juga mengerjakannya. Karena aku khawatir kalau aku  meninggalkan satu (saja) dari sunnah beliau, aku akan menyimpang."  (Ta'zhimussunnah hal. 24).

Itulah teladan dari pendahulu kita yang sholeh, ketika mereka mendengar  dan mengetahui tentang sunnah, segera mereka mengerjakannya, tidak  membedakan antara yang wajib dan yang mustahab (anjuran). Bahkan mereka  khawatir kalau meninggalkan sedikit saja dari sunnah beliau, maka akan  menyimpang. Para 'ulama membedakan antara yang wajib dengan yang sunnah  (mustahab) hanya untuk membedakan hukumnya/akibatnya tanpa meremehkan  perkara yang sunnah. Bahkan para 'ulama menganjurkan untuk mengerjakan  sunnah-sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.
 Maka selayaknya bagi kaum muslimin untuk mencintai sunnah, mempelajari,  mengamalkan, menjaga dan membelanya sehingga Allah dan Rasul-Nya  mencintainya.

Ketika seorang muslim mau menjaga sunnah, sebagaimana penjagaannya  terhadap makanan dan minuman yang dengannya badan menjadi tegak dan  kuat, maka ketika itu pula akan melimpahlah padanya faidah-faidah  diniyyah dan duniawiyyah. Seperti dikatakan oleh Ibnu Qudamah: "Di dalam  mengikuti sunnah terdapat keberkahan mencocoki syari'at, keridhaan  Allah subhanahu wa ta'ala, ketinggian derajat, ketentraman hati,  ketenangan badan, menjadikan kebencian syetan; serta berjalan di atas  jalan yang lurus." (Dzammul Maususin hal. 41).

Ibnu Hibban di dalam muqaddimah Shahih-nya telah berkata: "Sesungguhnya  di dalam berpegang dengan sunnah (Rasulullah shallallahu 'alaihi wa  sallam) terdapat: kesempurnaan keselamatan; terkumpulnya kemuliaan;  tidak terpadamkan sinar lenteranya; tidak terpatahkan hujjah-hujjahnya;  barangsiapa yang memeganginya pasti akan terjaga; barangsiapa yang  menyelisihinya pasti akan menyesal; sunnah itu merupakan benteng yang  membentengi, tiang penopang yang nyata keutamaannya dan tali yang kokoh;  barangsiapa yang berpegang teguh dengannya pasti akan mulia dan yang  berusaha untuk menyelisihinya akan binasalah dia.

Maka, orang-orang yang mengikatkan diri dengannya, berarti dialah  manusia yang berbahagia di antara makhluq-makhluq yang ada di dunia."  (Al-Ihsan Fi Taqrib Shahih Ibni Hibban 1/102).

Demikianlah, bahwa berpegang teguh dengan sunnah akan dijumpai banyak  sekali buah dan faidah yang tak terhitung. Maka semua itu dapat  disimpulkan sebagai berikut:
  1. Sampainya kepada tingkat derajat mahabbah (yaitu) mahabbatullah  (kecintaan Allah) 'Azza wa Jalla kepada seorang hamba yang beriman. Al-Imam Al-Bukhari telah meriwayatkan dalam Shahih-nya dari Abu  Hurairah, dia berkata: "Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam  bersabda: "Sesungguhnya Allah subhanahu wa ta'ala berfirman: Barangsiapa  yang memusuhi waliku, maka sungguh aku telah mengumumkan perang  dengannya. Dan tidaklah hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan suatu  perkara yang lebih aku sukai daripada perkara-perkara yang telah aku  wajibkan. Dan senantiasa hamba-Ku berusaha mendekatkan diri kepada-Ku  dengan menjalankan perkara nafilah (sunnah), sampai Aku mencintainya.  Dan bila Aku sudah mencintainya, maka Aku akan menjadi pendengarannya  yang dengannya ia mendengar dan Aku menjadi penglihatannya yang  dengannya ia melihat dan Aku menjadi tangannya yang dengannya ia  memegang dan kakinya yang dengannya ia berjalan. Jika ia meminta sesuatu  pada-Ku pasti akan Aku beri dan jika ia meminta perlindungan kepada-Ku  pasti akan Aku lindungi ia." Dalam hadits yang agung ini terdapat suatu dalil yang menunjukkan bahwa  amalan nafilah (sunnah) merupakan salah satu sebab di antara sebab-sebab  yang dominan untuk dicintai oleh Allah serta keterangan tentang apa  yang akan diperoleh dari kecintaannya akan hal-hal yang terpuji. Maka barangsiapa yang dicintai Allah jadilah Allah sebagai  pendengarannya yang dengannya ia mendengar, dalam arti: bahwa Allah akan  memberinya taufik untuk mendengarkan perkataan yang terbaik serta  memalingkannya dari mendengarkan hal yang jelek. Adapun bahwa Allah akan menjadi tangannya yang dengannya ia bertindak  atau memegang, artinya: Allah akan memberi taufik kepadanya untuk  menggunakan tangan tersebut dalam batasan-batasan syari'at, seperti  untuk mencari nafkah yang diperbolehkan, mengingkari kemungkaran,  memakan makanan yang baik (dan halal-pent), sebagaimana Allah juga  menjaganya dari perkara-perkara yang haram, walaupun ia mampu untuk  melakukannya atau mendapatkannya. Demikian pula selanjutnya dengan makna firman Allah: "Aku menjadi  penglihatannya yang dengannya ia melihat dan kakinya yang dengannya ia  berjalan."
  2. Menjaga amalan sunnah menjadikan tertutupnya kekurangan dalam pelaksanaan kewajiban. Al-Imam Abu Daud telah meriwayatkan dalam Sunan-nya dari Abu Hurairah,  dia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:  "Sesungguhnya yang pertama kali akan dihisab pada hari kiamat dari  amalan manusia adalah shalat. Beliau bersabda: Berkata Tuhan kita kepada  para malaikat-Nya -dan Dia Maha Mengetahui-: "Lihatlah shalat hamba-Ku,  apakah dia menyempurnakannya atau menguranginya? Maka, jika sudah  sempurna ditulislah sempurna baginya, namun jika ia mengurangi sesuatu  darinya (maka) Allah berfirman: "Lihatlah apakah hamba-Ku ini mempunyai  amalan sunnah? Jika dia punya amalan sunnah (maka) Allah berfirman:  "Sempurnakan bagi hamba-Ku ini amalan fardhunya dengan amalan  sunnahnya." Kemudian dihisablah amalan-amalan (yang lain) seperti itu."
  3. Bagi orang yang berpegang teguh dengan Sunnah akan mendapat keutamaan  yang besar dan bertambah keutamaannya, ketika jamannya adalah jaman  yang dipenuhi dengan berpalingnya manusia dari Sunnah dan menyakiti  orang yang berpegang teguh dengan Sunnah. Al-Imam At-Tirmidzi (5/257) dan lainnya telah meriwayatkan dari Abu  Tsa'labah Al-Khusyani bahwasanya Nabi bersabda: "Maka sesungguhnya di  belakang kalian ada hari-hari penuh kesabaran. Pada hari itu seperti  menggenggam bara api, bagi yang mengamalkan (sunnah-pent) pada hari-hari  itu akan mendapat pahala lima puluh orang yang beramal seperti amal  kalian." Berkata 'Abdullah bin Al-Mubarak: "Dan telah menambahkan kepadaku selain  'Utbah: Ditanyakan: "Wahai Rasulullah! Pahala lima puluh orang dari  kami atau mereka?" Beliau menjawab: "Bahkan pahala lima puluh orang dari  kalian." (At-Tirmidzi berkata: hadits hasan gharib, diriwayatkan juga  oleh Abu Dawud, Ibnu Majah, Ibnu Hibban, Al-Hakim dan beliau berkata:  "Sanadnya shahih" dan disepakati oleh Al-Imam Adz-Dzahabi).
  4. Bahwa di dalam mengamalkan Sunnah akan terjaga dari keterjerumusan ke dalam bid'ah. Dalam masalah ini Abu Muhammad 'Abdullah bin Manazil mengatakan:  "Tidaklah seseorang menyia-nyiakan salah satu kewajiban, kecuali Allah  akan timpakan kepadanya penyia-nyiaan terhadap sunnah. Dan tidaklah  seseorang diuji dengan penyia-nyiaan terhadap sunnah, kecuali dia hampir  diuji dengan perkara bid'ah." Oleh karena itu orang-orang Salaf berkata: "Berpegang teguh dengan  sunnah adalah keselamatan." (Sunan Ad-Darimi 1/44). Maka berpegang teguh  dengan sunnah adalah keselamatan dari semua yang menjadikan seorang  muslim itu durhaka terhadap Tuhannya dan yang paling besar bahayanya  adalah bid'ah yang mana ia adalah pengantar kepada kekafiran." Berkata Al-Imam Al-Barbahari: "Ketahuilah, sesungguhnya manusia tidaklah  mengerjakan bid'ah begitu saja sehingga mereka meninggalkan sunnah yang  semisalnya. Maka berhati-hatilah dari perkara-perkara yang  diada-adakan, karena setiap yang diada-adakan (dalam agama-pent) adalah  bid'ah dan setiap bid'ah adalah kesesatan dan kesesatan serta pelakunya  adalah di neraka. (Syarhussunnah hal. 66 no.6). Beliau juga berkata: "Berhati-hatilah dari perkara-perkara baru yang  kecil, karena bid'ah-bid'ah yang kecil akan terus berkembang sehingga  menjadi besar, dan demikianlah setiap bid'ah yang terjadi pada ummat  ini, pertamanya kecil yang menyerupai kebenaran maka tertipulah  dengannya orang yang masuk ke dalamnya, kemudian dia tidak mampu keluar  darinya, maka menjadi besarlah (bid'ah tersebut) dan menjadi agama yang  ia beragama dengannya lalu dia menyelisihi shirothol mustaqim sehingga  keluar dari Islam (tanpa ia sadari-pent)\[idem no.7].
  5. Bahwa bersemangat menegakkan Sunnah merupakan pengagungan syi'ar-syi'ar Allah. Dalam hal ini Allah subhanahu wa ta'ala berfirman: "Demikianlah  (perintah Allah). Dan barangsiapa mengagungkan syi'ar-syi'ar Allah, maka  sesungguhnya itu timbul dari ketaqwaan hati." (Al-Hajj:32). Adapun "syi'ar-syi'ar Allah" bermakna umum mencakup seluruh  syi'ar-syi'ar Allah, termasuk di dalamnya ibadah, sembelihan dan qurban.  (Adhwa`ul Bayan 5/692). Sedang makna kata "mengagungkannya" adalah memuliakannya dan  menegakkannya serta menyempurnakannya sekuat kemampuan hamba. (Tafsir  As-Sa'di 5/293). Di antara syi'ar-syi'ar Allah yang paling agung adalah sunnah-sunnah  yang telah dicontohkan oleh Rasulullah. Maka menjaganya dan mewasiatkan  dengannya, merupakan bentuk pemuliaan dan pengagungan syi'ar-syi'ar  tersebut, yang membangkitkan orang-orang yang mempunyai ketaqwaan hati.
  6. Barangsiapa yang mengamalkan Sunnah, maka akan mendapatkan pahala  dari orang yang mengikutinya tanpa mengurangi pahala orang tersebut  sedikitpun. Al-Imam Muslim telah meriwayatkan dalam Shahih-nya dari Jarir bin  'Abdillah ia berkata: "Pernah kami berada di sisi Rasulullah pada awal  siang, ia berkata: "Maka datanglah suatu kaum yang tak beralas kaki,  tidak mengenakan pakaian dan hanya mengenakan mantel, terhunus  pedangnya, mayoritas mereka dari Bani Mudhor bahkan keseluruhannya.  Memerahlah wajah Rasulullah ketika melihat keadaan mereka yang sangat  mengenaskan itu akibat kemiskinan. Lalu beliau masuk, kemudian keluar dan memerintahkan Bilal untuk adzan  dan iqomah, lalu shalat kemudian berkhuthbah (dengan khuthbatul hajat). Setelah itu seseorang bersedekah dengan dinarnya, dirhamnya, pakaiannya,  gandumnya dan kurmanya. (Sampai ia berkata): "Walaupun dengan separuh  buah kurma." Ia berkata: "Kemudian datang seorang lelaki dari Anshor dengan  bungkusan, hingga tangannya hampir tidak mampu menanggungnya." Ia  berkata: "Kemudian manusia mengikutinya, hingga aku melihat dua tumpukan  makanan dan pakaian dan aku perhatikan wajah Rasulullah berseri-seri  seakan-akan sepotong emas yang berkilau. Bersabdalah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam: "Barangsiapa  memberi contoh yang baik dalam Islam, baginya pahala dan pahala orang  yang beramal dengannya setelahnya, tanpa mengurangi pahala mereka  sedikitpun" Maka apabila seorang muslim menghidupkan suatu sunnah dan diikuti oleh  orang lain, maka baginya pahala amalan tersebut dan baginya pahala orang  yang mengikutinya. Dan tidak diragukan lagi, bahwa ini merupakan  keutamaan yang besar. Seyogyanya bagi seorang muslim untuk  mendapatkannya. Bahwa dengannyalah perolehan pahala yang besar dari  berbagai pintu.
  7. Ketika berpegang teguh dengan Sunnah akan terjaga/aman dari perpecahan. Sesungguhnya bersatu di atas amalan sunnah akan banyak mencegah dari  terjatuh ke dalam perselisihan yang mengantarkan kepada permusuhan dan  kebencian. Oleh karena itu, sesungguhnya masyarakat ahlus sunnah tidak didapati di  dalamnya perpecahan yang tercela, yang mana nampak dengan nyata hal ini  di dalam masyarakat ahlul bid'ah. Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah: "Bid'ah itu selalu diiringi  dengan perpecahan, sebagaimana sunnah itu selalu diiringi dengan  persatuan." (Al-Istiqomah 1/42). Allah subhanahu wa ta'ala berfirman: "Dan janganlah kalian menyerupai  orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih sesudah datang keterangan  yang jelas kepada mereka." (Ali 'Imron:105). Berkata Qotadah dalam menafsirkannya: "Yakni ahlul bid'ah. Ahlul bid'ah  itu adalah ahlul ikhtilaf wal furqoh (orang-orang yang selalu berselisih  dan berpecah) karena sikap mereka dalam meninggalkan sunnah dan  mengikuti jalan selain jalan sunnah. Berkata Mujahid mengenai firman Allah subhanahu wa ta'ala: "Tetapi  mereka senantiasa berselisih pendapat, kecuali orang-orang yang diberi  rahmat oleh Tuhanmu." (Hud:118-119). "Bahwa mereka adalah ahlul bathil.  Kecuali orang yang dirahmati oleh Tuhanmu." Ia melanjutkan:  "Sesungguhnya pada ahlul haq tidak terdapat perselisihan." (Ad-Durul  Mantsur 4/491, As-Suyuthiy dan Al-I'tishom 1/82, Asy-Syathibiy). Telah diriwayatkan oleh Ibnu Wahb dari 'Umar bin 'Abdul 'Aziz dan Malik  bin Anas: "Bahwasanya: Orang-orang yang mendapatkan rahmat tidaklah akan  berselisih." (Al-I'tishom 1/83). Dan di dalam wasiat Abul 'Aliyah dia mengatakan: "waspada dan  hati-hatilah kalian dari ahlul ahwaa`/ahlul bid'ah yang selalu  menebarkan kebencian dan permusuhan di tengah-tengah manusia." Berkata Al-Hasan Al-Bashriy: "Semoga Allah merahmatinya, dia telah  berkata benar dan memberi nasihat." (Al-Bida' Wan-Nahyu 'anha, Ibnu  Wadhdhoh 32-33). Dan berkata Ibrahim At-Taimiy: "Ya Allah, jagalah diriku dengan agama  dan sunnah nabi-Mu dari perselisihan di dalam kebenaran dan mengikuti  hawa nafsu, dari jalan-jalan kesesatan, serta dari perkara-perkara  syubhat dan dari penyelewengan/penyimpangan dan permusuhan."  (Al-I'tishom 1/116). Wallaahu a'lamu bishshowaab.



Maroji': 
  1. Ta'zhimussunnah, Asy-Syaikh 'Abdul Qoyyum As-Sahaibaniy
  2. Syarhussunnah, Al-Imam Al-Barbahariy
  3. Dhorurotul Ihtimam Bissunnanin Nabawiyyah, Asy-Syaikh 'Abdussalam bin Barjas.
  4. Bulughul Marom, Ibnu Hajar Al-'Asqolaniy


Dari: Buletin Al wala' wal Bara' Edisi ke-41 Tahun ke-1 / 29 Rajab 1424 H

Tidak ada komentar:

Posting Komentar