Pernahkah anda memberikan zakat kepada seseorang, lalu dikemudian hari baru anda ketahui bahwa sebenarnya orang yang anda beri zakat tersebut tidak berhak menerima zakat?
Lalu, bagaimana solusinya? Perlukah mengulangi mengeluarkan zakat yang salah tadi? Ataukah itu sudah mencukupi?
Simak jawaban asy-Syaikh asy-Syaikh Abu Abdil Mu’iz Muhammad Ali Farkus hafidzohulloh berikut ini:
***
Oleh: asy-Syaikh Abu Abdil Mu’iz Muhammad Ali Farkushafidzohulloh
Pertanyaan:
Apakah kewajiban zakat telah gugur bagi orang yang keliru dalam mengeluarkannya, ia memberikan zakatnya kepada orang yang tidak berhak menerimanya (bukan mustahiq)? Terkhusus jika ia mengeluarkan zakat tersebut berdasarkan fatwa sebagian imam masjid? Maka diharapkan adanya penjelasan dan perincian dalam masalah ini jika memungkinkan,jazakumulloh khoiron.
Jawaban:
الحمدُ لله ربِّ العالمين، والصلاةُ والسلامُ على مَنْ أرسله اللهُ رحمةً للعالمين، وعلى آله وصَحْبِهِ وإخوانِه إلى يوم الدِّين، أمّا بعد
Yang wajib bagi seorang muslim adalah hendaknya ia ber-tatsabbut (mencari kejelasan) dalam menyerahkan zakatnya, jika ia mengeluarkan zakat kepada orang yang ia kira berhak menerimanya, lalu ia ternyata salah menyerahkannya sedangkan ia (sebelumnya) tidak mengetahui hakekat yang sebenarnya tentang orang yang menerima tersebut dikarenakan ia mencukupi dengan mengetahui kondisi zhohirnya saja atau berdasarkan petunjuk orang yang mengetahui kondisinya, kemudian dia baru tahu bahwa orang tersebut tidak berhak menerimanya, maka kewajiban zakat telah gugur darinya, berdasarkan hadits Ma’an bin Yazid rodhiyallohu anhu, ia berkata:
بَايَعْتُ رسولَ الله صَلَّى اللهُ عليه وآله وسَلَّم أنا وأبي وجدِّي، وخطب عليَّ فأنكحني وخاصمت إليه، وكان أبي يزيد أخرج دنانير يتصدَّق بها، فوضعها عند رجلٍ في المسجد، فجئت فأخذتها فأتيته بها، فقال: والله ما إياك أردت، فخاصمته إلى رسول الله صَلَّى اللهُ عليه وآله وسَلَّم، فقال: لَكَ مَا نَوَيْتَ يَا يَزِيدُ، وَلَكَ مَا أَخَذْتَ يَا مَعْنُ
“Aku, ayahku dan kakekku berbaiat kepada Rosululloh shollallohu alaihi wa aailihi wa sallam. Beliau meminangkan aku dan menikahkanku. Dan aku mengadukan perkara kepada beliau, bahwa ayahku -Yazid- mengeluarkan beberapa uang dinar untuk shodaqoh, lalu ia titipkan pada seorang laki-laki di masjid. Aku datang ke Masjid tersebut dan mengambil shodaqoh dari orang itu, lalu akupun datang kepada ayahku sambil membawa uang itu. Ayahku berkata, ‘Demi Alloh, aku tidak bermaksud memberikannya kepadamu’. Maka aku mengadukannya kepada Rosululloh shollallohu alaihi wa aailihi wa sallam, lalu beliau bersabda, “Bagimu apa yang telah kamu niatkan wahai Yazid, dan bagimu apa yang telah kamu ambil wahai Ma’an!”. [1]
Dan al-Imam al-Bukhori membuat bab untuk hadits ini dengan judul: “Bab: Jika Seseorang Bershodaqoh Kepada Anaknya Sedangkan Ia Tidak Menyadarinya”[2].
Dan dalam hadits Abu Huroiroh rodhiyallohu anhu, bahwa Rosululloh shollallohu alaihi wa aailihi wa sallam bersabda:
قَالَ رَجُلٌ: لأَتَصَدَّقَنَّ بِصَدَقَةٍ، فَخَرَجَ بِصَدَقَةٍ فَوَضَعَهَا فِي يَدِ سَارِقٍ، فَأَصْبَحُوا يَتَحَدَّثُونَ تُصُدِّقَ عَلَى سَارِقٍ، فَقَالَ: اللَّهُمَّ لَكَ الحَمْدُ، لأَتَصَدَّقَنَّ بِصَدَقَةٍ، فَخَرَجَ بِصَدَقَةٍ فَوَضَعَهَا فِي يَدِ زَانِيَةٍ، فَأَصْبَحُوا يَتَحَدَّثُونَ: تُصُدِّقَ اللَّيْلَةَ عَلَى زَانِيَةٍ، فَقَالَ: اللَّهُمَّ لَكَ الحَمْدُ عَلَى زَانِيَةٍ، لأَتَصَدَّقَنَّ بِصَدَقَةٍ، فَخَرَجَ بِصَدَقَتِهِ فَوَضَعَهَا فِي يَدَيْ غَنِيٍّ، فَأَصْبَحُوا يَتَحَدَّثُونَ: تُصُدِّقَ عَلَى غَنِيٍّ، اللَّهمَّ لَكَ الحَمْدُ عَلَى سَارِقٍ وَعَلَى زَانِيَةٍ وَعَلَى غَنِيٍّ، فَأُتِيَ فَقِيلَ لَهُ: أَمَّا صَدَقَتُكَ عَلَى سَارِقٍ فَلَعَلَّهُ أَنْ يَسْتَعِفَّ عَنْ سَرِقَتِِهِ، وَأَمَّا الزَّانِيَةُ فَلَعَلَّهَا أَنْ تَسْتَعِفَّ عَنْ زِنَاهَا، وَأَمَّا الغَنِيُّ فَلَعَلَّهُ أَنْ يَعْتَبِرَ، فَيُنْفِقُ مِمَّا أَعْطَاهُ اللهُ
Seorang lelaki berkata: “Sungguh aku akan mengeluarkan shodaqoh”. Lalu ia keluar membawa shodaqohnya dan diberinya ke tangan seorang pencuri. Pada pagi harinya, orang-orang membicarakan: “Shodaqoh diberikan kepada seorang pencuri”, ia pun berkata: “Ya Alloh, segala puji bagi-Mu, sungguh aku akan bershodaqoh lagi!”, lalu ia keluar membawa shodaqohnya dan diberinya ke tangan seorang wanita pezina. Pada pagi harinya, orang-orang membicarakan: “Tadi malam shodaqoh diberikan kepada seorang wanita pezina”, ia pun berkata: “Ya Alloh, segala puji bagi-Mu, shodaqohku jatuh kepada wanita pezina, sungguh aku akan bershodaqoh lagi!”, Lalu ia keluar lagi membawa shodaqohnya dan diberinya ke tangan seorang yang kaya. Pada pagi harinya, orang-orang membicarakan: “Shodaqoh diberikan kepada seorang yang kaya”, ia pun berkata: “Ya Alloh, segala puji bagi-Mu, shodaqohku jatuh kepada pencuri, wanita pezina dan orang kaya”, lau ia didatangi (Malaikat) dan dikatakan kepadanya: “Adapun shodaqohmu kepada seorang pencuri, boleh jadi ia (karena shodaqohmu) akan menghentikan perbuatan mencurinya. Adapun wanita pezina, boleh jadi ia akan menghentikan perbuatan zinanya. Adapun orang kaya, boleh jadi ia akan sadar dan iapun akan berinfak dengan harta yang diberikan Alloh kepadanya.” [3]
Dan al-Bukhori memberi judul bab terhadap hadits ini dengan judul: “Bab: Jika Seseorang Bershodaqoh Kepada Orang kaya Sedangkan Ia Tidak Mengetahui.” [4]
Yakni: shodaqohnya tetap diterima. [5]
Demikian, dan hukum ini juga berhubungan dengan fatwa seorang mufti tentang sah-nya mengeluarkan zakat kepada beberapa golongan, lalu seseorang mengeluarkan zakatnya kepada golongan tersebut berdasarkan fatwa ini. Kemudian setelah itu ia baru mengetahui bahwa fatwa tersebut salah, maka sesungguhnya telah gugur kewajiban zakat tersebut baginya dan ia tidak dituntut untuk mengulangi mengeluarkan zakatnya lagi, karena persangkaan kuatnya telah mencukupi dan ia mendapat apa yang ia niatkan. Berdasarkan sabda Rosululloh shollallohu alaihi wa aailihi wa sallam:
وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى
“Dan setiap orang akan mendapatkan sesuai dengan apa yang ia niatkan.” [6]
Dan ini berbeda jika seseorang telah mengetahui bahwa orang yang meminta zakat bukanlah orang yang berhak menerimanya, maka kewajiban zakat tidak gugur baginya dan ia tidaklah keluar dari tuntutan untuk melaksanakannya melainkan dengan mengeluarkan zakatnya kepada orang yang berhak menerimanya, berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan yang selainnya:
أَنَّ رَجُلَيْنِ أَتَيَا النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ فِي حَجَّةِ الوَدَاعِ وَهُوَ يُقَسِّمُ الصَّدَقَةَ فَسَأَلاَهُ مِنْهَا، فَرَفَعَ فِينَا النَّظَر وَخَفَضَهُ فَرَآنَا جَلْدَيْنِ، فَقَالَ: إِنْ شِئْتُمَا أَعْطَيْتُكُمَا وَلاَ حَظَّ فِيهَا لِغَنِيٍّ وَلاَ لِقَوٍّي مُكْتَسِبْ
“Ada dua orang laki-laki mendatangi Rosululloh shollallohu alaihi wa aailihi wa sallam pada haji Wada’ ketika beliau membagi-bagikan shodaqoh (zakat), lalu keduanya minta bagian kepada beliau. Lalu beliau mengangkat pandangannya dan memperhatikan kami, lalu beliau kembali menundukkan pandangannya. Beliau melihat kami berdua masih kuat[7], maka beliau bersabda: “jika kalian mau, aku akan beri kalian harta, tapi tidak ada bagian zakat bagi orang yang kaya dan tidak pula bagi orang yang kuat yang mampu bekerja.”[8]
والعلمُ عند اللهِ تعالى، وآخرُ دعوانا أنِ الحمدُ للهِ ربِّ العالمين، وصَلَّى اللهُ على نبيِّنا محمَّدٍ وعلى آله وصحبه وإخوانِه إلى يوم الدِّين، وسَلَّم تسليمًا.
Al-Jaza’ir, 16 Jumadil Uula 1429 H
Bertepatan dengan: 21/5/2008 M
________________
Catatan kaki:
- Diriwayatkan oleh al-Bukhori dalam Shohih-nya, di kitabuz zakaah, bab idza tashoddaqo ‘ala ibnihi wa huwa laa yasy’ur (no. 1356), ad-Darimi dalam Sunan-nya (no. 1595), Ahmad dalam Musnad-nya (no. 15433) dari hadits Ma’an bin Yazidrodhiyallohu anhu.
- Shohih al-Bukhori dengan Syarah Fathul Bari (3/291).
- Diriwayatkan oleh al-Bukhori dalam Shohih-nya, di kitabuz zakaah, bab idza tashoddaqo ‘ala ghoniy wa huwa laa ya’lam (no. 1355), Muslim dalan Shohih-nya dikitabuz Zakaah, bab tsubutu ajril mutashoddiq wa in waqo’at ash-shodaqoh fii yadi fasiq wa nahwihi (no. 2363) dari hadits Abu Huroiroh rodhiyallohu anhu.
- Shohih al-Bukhori dengan Syarah fathul Bari (3/290).
- Fathul Bari (3/290), oleh Ibnu Hajar.
- Diriwayatkan al-Bukhori dalam Shohih-nya Kitab Bad’il Wahyi, bab kaifa kaana bad’ul wahyi ilaa Rosulillah (no. 1), dan Muslim dalam Shohih-nya di kitab al-Imaroh, bab qouluhu innamal a’maalu bin niyyah (no. 4927) dari hadits Umar bin al-Khoththobrodhiyallohu anhu.
- al-Jalad (الجَلَد): kekuatan dan kesabaran. [an-Nihayah libnil Atsir (1/284)]
- Diriwayatkan Abu Dawud dalam Sunan-nya di kitabuz zakaah, bab man yu’tho minash shodaqoh wa hadd al-ghoniy (no. 1633), an-Nasaa’i dalam Sunan-nya dikitabuz zakaah, bab mas’alah al-qowiy al-muktasib (no. 2598), Ahmad dalamMusnad-nya (no. 17511), al-Baihaqi dalam as-Sunan al-Kubro (no. 13436) dari hadits Abdulloh bin ‘Adiy bin al-Khiyaar bahwa dua orang laki-laki mengabarkan kepadanya. Berkata penulis at-tanqiih: “hadits ini shohih dan para perawinya tsiqoh”, Imam Ahmad rodhiyallohu anhu berkata: “diantara hadits yang baik, ini adalah yang paling baik sanadnya”, lihat: Nashbur Royah karya az-Zaila’i (2/401), dan hadits ini dishohihkan oleh al-Albani dalam al-Irwa’ (3/381).
tholib.wordpress.com *** tholib.wordpress.com
Diterjemahkan dari: website resmi asy-Syaikh Muhammad Ali Farkus hafidzohulloh
Tidak ada komentar:
Posting Komentar