Memahami nama-nama dan sifat-sifat Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah ilmu yang paling agung dan mulia dalam Islam,[1] sekaligus ilmu yang paling besar manfaatnya untuk kebaikan dan kebahagiaan hidup manusia di dunia dan akhirat.
Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyah berkata, “Ilmu tentang Allah adalah landasan semua ilmu, sekaligus merupakan landasan pemahaman seorang hamba terhadap kebahagiaan, kesempurnaan, dan kebaikan (dirinya) di dunia dan akhirat. Ketidakpahaman terhadap ilmu ini akan mengakibatkan ketidakpahaman terhadap kebaikan, kesempurnaan, kesucian, dan kebahagiaan diri sendiri. Maka, memahami ilmu ini adalah (kunci utama) kebahagiaan seorang hamba, dan ketidakpahaman tentangnya merupakan sumber (utama) kebinasaannya.” [2]
Inilah makna firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,
وَلا تَكُونُوا كَالَّذِينَ نَسُوا اللَّهَ فَأَنْسَاهُمْ أَنْفُسَهُمْ أُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ
“Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa (lalai) kepada Allah (tidak mengenal-Nya), maka Allah menjadikan mereka lupa kepada diri mereka sendiri. Mereka itulah orang-orang yang fasik.” (QS. Al-Hasyr: 19)
Oleh karena itu, mempelajari ilmu ini termasuk amal shaleh yang paling besar keutamaannya dalam Islam, sebagaimana beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’alasemata-mata adalah amal shaleh yang paling besar keutamaannya.[3]
Bahkan, ilmu inilah yang disebut “al-fiqhul akbar” (fikih/ pemahaman agama yang paling agung), serta yang pertama kali dan paling utama termasuk dalam sabda Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam, yang artinya, “Barangsiapa yang Allah kehendaki baginya kebaikan, maka Allah akan memahamkannya (ilmu) tentang agama.”[4],[5]
Termasuk masalah penting yang dibahas oleh para ulama dalam ilmu yang agung ini adalah mengetahui nama Allah Subhanahu wa Ta’ala yang paling agung,[6] yang jika seorang hamba berdoa dengan nama tersebut maka Allah Subhanahu wa Ta’ala akan mengabulkan doanya, dan jika dia memohon kepada-Nya dengan nama tersebut maka Allah Subhanahu wa Ta’ala akan memenuhi permohonannya, sebagaimana yang disebutkan dalam hadits-hadits shahih yang akan kami sebutkan, insya Allah.
Syekh ‘Abdur Rahman As-Sa’di berkata, “Sebagian orang menyangka bahwa nama AllahSubhanahu wa Ta’ala yang paling agung dari nama-nama-Nya yang maha indah tidak mungkin diketahui kecuali oleh orang-orang yang dikhusukan Allah dengan karamah yang di luar kewajaran. Ini adalah persangkaan yang keliru karena sesungguhnya AllahSubhanahu wa Ta’ala justru menganjurkan kepada kita untuk mengenal nama-nama dan sifat-sifat-Nya. (Bahkan) Allah memuji orang yang mengenal dan berusaha memahami nama-nama dan sifat-sifat-Nya, serta berdoa kepada-Nya dengan nama-nama-Nya, (baik) dengan doa ibadah ataupun doa permohonan.
Tidak diragukan lagi, bahwa (mengenal) nama Allah Subhanahu wa Ta’ala yang paling agung dari nama-nama-Nya yang maha indah adalah yang paling utama dalam masalah ini.
Sesungguhnya, Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah Al-Jawwaad (Mahasempurna kedermawanan dan kebaikan-Nya), yang kedermawanan dan kebaikan-Nya tidak ada batasnya, dan Dia senang melimpahkan kebaikan kepada hamba-hamba-Nya. Juga termasuk kebaikan paling agung yang dilimpahkan-Nya kepada mereka adalah (dengan) Dia mengenalkan diri-Nya kepada mereka dengan nama-nama-Nya yang maha indah dan sifat-sifat-Nya yang maha tinggi (dalam ayat-ayat al-Qur-an dan hadits-hadits Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam).”[7]
Dalil-dalil tentang nama Allah Subhanahu wa Ta’ala yang paling agung
Dalil pertama, dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mendengar seorang yang berdoa (dalam shalat),
اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ بِأَنَّ لَكَ الْحَمْدَ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ – وفي رواية: وَحْدَكَ لاَ شَرِيْكَ لَكَ – الْمَنَّانُ، يَا بَدِيعَ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضِ ، يَا ذَا الْجَلالِ وَالإِكْرَامِ ، يَا حَيُّ يَا قَيُّومُ – وفي رواية: إِنِّي أَسْأَلُكَ…
“Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu bahwa sesungguhnya segala pujian adalah milik-Mu, tiada sembahan yang benar kecuali Engkau –dalam riwayat lain: satu-satunya dan tiada sekutu bagi-Mu–, Yang Maha Pemberi karunia, wahai Pencipta langit dan bumi, wahai Yang Maha Memiliki keagungan dan kemuliaan, wahai Yang Maha Hidup dan Maha Berdiri Sendiri –dalam riwayat lain: sesungguhnya aku meminta kepada-Mu.…”
Maka, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, yang artinya, “Demi Allah yang jiwaku di tangan-Nya, sungguh dia telah berdoa kepada Allah dengan nama-Nya yang paling agung, yang jika seseorang berdoa kepada-Nya dengan nama tersebut maka Allah akan mengabulkan (doanya), dan jika dia meminta kepada-Nya dengan nama tersebut maka Allah akan memenuhi (permintaannya).”[8]
Dalil kedua, dari Buraidah bin Al-Hushaib radhiallahu ‘anhu, beliau berkata, “Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam mendengar seorang lelaki berkata (dalam doanya),
اللَّهمَّ إِني أسألُكَ بأني أَشْهَدُ أنَّكَ أنْتَ اللهُ ، لا إلهَ إلا أنتَ، الأحَدُ الصَّمَدُ ، الَّذِي لمَ ْيَلِدْ ولم يُولَدْ ، ولم يكن له كُفُوا أحَدٌ
“Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepadamu dengan persaksianku bahwa sungguh Engkau Allah yang tiada sembahan yang benar kecuali Engkau, Yang Maha Esa lagi Maha Sempurna, yang segala sesuatu bergantung kepada-Mu, yang tiada beranak dan tiada pula diperanakkan, serta tiada seorang pun yang setara dengan-Nya.”
Maka, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, yang artinya, “Sungguh dia telah memohon kepada Allah dengan nama-Nya yang paling agung, yang jika seseorang meminta kepada-Nya dengan nama tersebut maka Allah akan memenuhi (permintaannya), dan jika dia berdoa kepada-Nya dengan nama tersebut maka Allah akan mengabulkan (doanya).“[9]
Dalil ketiga, dari Abu Umamah Al-Bahili radhiallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, yang artinya, “Sesungguhnya, nama Allah yang paling agung (terdapat) dalam tiga surat dari Al-Quran: surah Al-Baqarah, Ali ‘Imran, dan Thaha.“[10][10]
-bersambung insya Allah-
Penulis: Ustadz Abdullah Taslim, M.A
Artikel www.muslim.or.id
catatan kaki
[1] Lihat kitab Miftahu Daris Sa’adah, 1/86.
[2] Kitab Miftahu Daris Sa’adah, 1/86.
[3] Lihat kitab Miftahu Daris Sa’adah, 1/178.
[4] Hadits shahih riwayat Al-Bukhari, no. 71; dan Muslim, no. 1037.
[5] Lihat kitab Fiqhul Asma`il Husna, hlm. 7.
[6] Ibid, hlm. 71.
[7] [7] Kitab Tafsiru Asma`illahil Husna, hlm. 16.
[8] [8] HR. Ahmad: 3/245 dan 3/265, Abu Daud (no. 1493 dan 1494), At-Tirmidzi (no. 3475), Ibnu Majah (no. 3857), dan Ibnu Hibban (no. 893), dinyatakan shahih oleh Ibnu Hibban dan Syekh Al-Albani.
[9] [9] HR. Ahmad: 5/360, Abu Daud (no. 1495), An-Nasa`i (no. 1300), At-Tirmidzi (no. 3544), Ibnu Majah (no. 3858), Ibnu Hibban (no. 892), dan Al-Hakim (no. 1858 dan 1859); dinyatakan hasan oleh At-Tirmidzi, serta dinyatakan shahih oleh Ibnu Hibban, Al-Hakim, dan Syekh Al-Albani.
[10] [10] HR Ibnu Majah (no. 3856) dan al-Hakim (no. 1861); dinyatakan hasan oleh Syekh Al-Albani dalam Ash-Shahihah (no. 746).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar