Jumat, 21 Oktober 2011

Untaian nasehat Ibnu Taimiyyah : ” Niat lebih sam pai daripada amalan”


Disusun oleh Abu Abdil Muhsin Firanda Andirja

Ibnu Taimiyyah per nah ditanya ten tang sabda Nabi –sallallahu ‘laihi wa sallam

نِيَّةُ الْمَرْءِ أَبْلَغُ مِنْ عَمَلِهِ

“Niat seseorang lebih sam pai daripada amalannya”
Maka beliau men jawab, “Per kataan ini telah disebutkan oleh lebih dari satu orang, dan sebagian orang menyebutkan per kataan ini dengan secara marfu’ (disan darkan kepada Nabi). Adapun pen jelasan per kataan ini maka dari beberapa segi;
Per tama : sebuah niat yang kosong dari amalan (tanpa diser tai amalan) tetap diberi pahala, adapun amalan tanpa diser tai niat maka tidak diberi pahala. Al-Qur’an dan Sun nah serta kesepakatan para ulama telah menun jukan bah wasanya barang siapa yang meng er jakan amalan-amalan sholeh tanpa diser tai keikh lasan maka tidak akan diterima oleh Allah. Telah valid dari Nabi –dari banyak jalan hadits– bah wasanya beliau bersabda:

مَنْ هَمَّ بِحَسَنَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا كُتِبَتْ لَهُ حَسَنَةٌ

“Barang siapa yang ber niat hen dak melakukan suatu kebaikan lalu dia tidak melak sanakan­nya maka dicatat baginya satu kebaikan“

Kedua : Barang siapa yang ber niat melakukan kebaikan lalu ia meng er jakan nya semam­punya dan tidak sang gup untuk menyem pur nakan amalan ter sebut maka ia akan mem­peroleh pahala amalan ter sebut secara sem purna. Seba gaiamana dijelaskan di dalam shahihain (shahih Al-Bukhari dan shahih Mus lim) bah wasanya beliau bersabda:

إنَّ بِالْمَدِينَةِ لَرِجَالًا مَا سِرْتُمْ مَسِيرًا وَلَا قَطَعْتُمْ وَادِيًا إلَّا كَانُوا مَعَكُمْ قَالُوا : وَهُمْ بِالْمَدِينَةِ قَالَ : وَهُمْ بِالْمَدِينَةِ حَبَسَهُمْ الْعُذْرُ

“Sesung guh nya di kota Madinah ada orang-orang yang tidaklah kalian menem puh suatu per jalanan dan tidaklah kalian melewati lem bah kecuali mereka menyer tai kalian”. Para sahabat ber kata, “Padahal mereka di kota Madinah?”. Nabi ber kata, “Iya, mereka di kotaMadinah, mereka ter halangi oleh udzur“ Imam At-Thirimidzi telah men shahihkan hadits Abu Kabsyah Al-Anmaariy dari Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam– bah wasanya beliau menyebut empat orang;

رَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ مَالًا وَعِلْمًا فَهُوَ يَعْمَلُ فِيهِ بِطَاعَةِ اللَّهِ . وَرَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ عِلْمًا وَلَمْ يُؤْتِهِ مَالًا . فَقَالَ : لَوْ أَنَّ لِي مِثْلَ مَا لِفُلَانِ لَعَمِلْت فِيهِ مِثْلَ
مَا يَعْمَلُ فُلَانٌ . قَالَ : فَهُمَا فِي الْأَجْرِ سَوَاءٌ وَرَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ مَالًا وَلَمْ يُؤْتِهِ عِلْمًا فَهُوَ يَعْمَلُ فِيهِ بِمَعْصِيَةِ اللَّهِ وَرَجُلٌ لَمْ يُؤْتِهِ اللَّهُ مَالًا وَلَا عِلْمًا فَقَالَ : لَوْ أَنَّ لِي مِثْلَ مَا لِفُلَانِ لَعَمِلْت فِيهِ مِثْلَ مَا يَعْمَلُ فُلَانٌ قَالَ : فَهُمَا فِي الْوِزْرِ سَوَاءٌ

“(Petama) seseorang yang Allah ber ikan kepadanya harta dan ilmu, maka diapun meng­gunakan har tanya dalam ketaatan kepada Allah. (Kedua) seseorang yang Allah ber ikan kepadanya ilmu namun Allah tidak mem berikan nya harta, maka diapun ber kata, “Kalau sean dainya aku memiliki harta seperti si fulan (orang yang pertama-pent) maka aku akan ber amal seba gaimana amalan nya.” Nabi ber kata, “Maka keduanya sama-sama men dapat­katkan pahala yang sama”. (Ketiga) seseorang yang Allah ber ikan kepadanya harta namun Allah tidak mem berikan kepadanya ilmu, maka diapun meng gunakan har tanya untuk ber­mak siat kepada Allah. (Keem pat) seseorang yang tidak Allah ber ikan kepadanya harta dan ilmu, maka dia ber kata, “Kalau sean dainya aku memiliki harta seperti si fulan (orang yang ketiga-pent) maka aku akan ber buat seba gaimana amalan nya”. Nabi ber kata, “Maka keduanya sama dalam men dapatkan dosa”
Dalam shahihain dari Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam– bah wasanya beliau bersabda,

مَنْ دَعَا إلَى هُدًى كَانَ لَهُ مِنْ الْأَجْرِ مِثْلُ أُجُورِ مَنْ اتَّبَعَهُ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْءٌ وَمَنْ دَعَا إلَى ضَلَالَةٍ كَانَ عَلَيْهِ مِنْ الْوِزْرِ مِثْلُ أَوْزَارِ مَنْ اتَّبَعَهُ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَيْءٌ

“Barang siapa yang menyeru kepada petun juk (kebaikan) maka bagi dia pahala seba gaimana pahala orang-orang yang meng ikutinya, tanpa meng urangi pahala mereka sama sekali. Dan barang siapa yang menyeru kepada kesesatan maka ia men dapatkan dosa seba gaimana dosa orang-orang yang meng ikutinya, tanpa meng urangi dosa-dosa mereka sama sekali”
Dalam shahihain dari Nabi –shallallahu ‘alihi wa sallam– bah wasanya beliau bersabda:

إذَا مَرِضَ الْعَبْدُ أَوْ سَافَرَ كُتِبَ لَهُ مِنْ الْعَمَلِ مَا كَانَ يَعْمَلُهُ وَهُوَ صَحِيحٌ مُقِيمٌ

“Jika seorang hamba sakit atau sedang ber safar maka akan dicatat baginya amalan seba­gaimana amalan yang biasanya ia lakukan tat kala dalam keadaan sehat dan dalam keadaan muqim (tidak ber safar)“ Dan dalil-dalil yang menun jukan makna seperti ini banyak.

Ketiga : Sesung guh nya hati adalah rajanya badan, dan anggota-anggota badan adalah pasukan (anak buah) si hati. Jika si raja baik maka baik pula pasukan nya. Dan jika sang raja buruk maka buruk pula pasukan nya. Dan niat merupakan amalan nya sang raja, ber beda dengan amalan-amalan yang lahiriah maka itu merupakan amal per buatan para pasukan.

Keem pat : Sesung guh nya taubat nya seseorang yang tidak mampu melakukan kemak siatan sah (diterima oleh Allah) menurut Ahlus Sun nah. Seperti taubat nya seorang yang tidak memiliki kemaluan dari per buatan zina dan taubat nya orang yang tidak memiliki lidah dari per buatan menuduh orang baik-baik, dan yang lain nya. Asal taubat adalah kesung guhan hati, dan ini bisa dilakukan bagi orang yang tidak mampu bermaksiat.
Kelima :  Sesung guh nya niat tidak akan dimasuki oleh fasad (kerusakan), hal ini ber beda dengan amalan-amalan lahiriah. Karena niat asal nya adalah cinta kepada Allah dan cinta kepada Rasul Nya dan peng harapan ter hadap wajah Allah. Hal ini sen diri dicin tai oleh Allah dan Rasul Nya, dan diridhoi oleh Allah dan Rasul Nya. Adapun amalan-malan lahiriah maka bisa dimasuki banyak penyakit yang bisa merusak nya (seperti riya’, sum’ah, ujub, tak bbur, tidak ter penuhinya rukun atau syarat dari amalan lahiriah ter sebut, dll-pent). Barang siapa yang tidak selamat dari penyakit-penyakit ini maka amalan lahiriah nya tidak akan diterima oleh Allah.
Oleh karenanya amalan-amalan hati yang murni lebih afdhol dari pada amalan-amalan badan yang murni.
sebagian salaf berkata,

قُوَّةُ الْمُؤْمِنِ فِي قَلْبِهِ وَضَعْفُهُ فِي جِسْمِهِ وَقُوَّةُ الْمُنَافِقِ فِي جِسْمِهِ وَضَعْفُهُ فِي قَلْبِهِ

“Kekuatan seorang muk min ter letak pada hatinya, dan kelemahan nya ter letak pada badan­nya. Dan kekuatan seorang munafik ter letak pada badan nya dan kelemahan nya ter letak pada hatinya“ Adapu per in cian nya maka butuh pem bahasan yang pan jang, wallahu a’lam” (Majmuu’ al-Fataawaa 22/244–245)
Nasehat emas diatas meng ingatkan kita untuk benar-benar mem per hatikan niat, dan hen­dak nya kita mem per banyak niat untuk melakukan kebaikan, karena sesung guh nya niat yang baik sudah ter catat di sisi Allah dan akan men dapatkan gan jaran di sisi Allah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar