إِنَّ مِمَّا أَخْشَى عَلَيْكُمْ شَهَوَاتِ الْغَيِّ فِي بُطُونِكُمْ وَفُرُوجِكُمْ وَمُضِلَّاتِ الْهَوَى.
“Sesungguhnya
di antara yang aku khawatirkan menimpa kalian adalah syahwat yang
menyesatkan pada perut dan kemaluan serta hawa nafsu yang menyimpangkan
dari jalan yang lurus.“[1]
Hawa nafsu dan syahwat adalah penyakit yang amat berbahaya yang menghinggapi hati seorang muslim, di dalam Alquran Allah Ta’ala telah mencela hawa nafsu dan pelakunya dan menyebutkan bahaya-bahaya yang ditimbulkan olehnya, yaitu:
Pengikut hawa nafsu diserupakan dengan salah satu dari sifat anjing
Allah Ta’ala menyebutkan bahwa orang yang selalu mengikuti hawa nafsunya bagaikan anjing yang menjulurkan lidahnya, Allah Ta’ala berfirman,
وَاتْلُ
عَلَيْهِمْ نَبَأَ الَّذِيْ ءَاتَيْنَاهُ ءَايَاتِنَا فَانْسَلَخَ مِنْهَا
فَأَتْبَعَهُ الشَّيْطَانُ فَكَانَ مِنَ الْغَاوِيْنَ {175} وَلَوْ
شِئْنَا لَرَفَعْنَاهُ بِهَا وَلَكِنَّهُ أَخْلَدَ إِلَى اْلأَرْضِ
وَاتَّبَعَ هَوَاهُ فَمَثَلُهُ كَمَثَلُ الْكَلْبِ إِنْ تَحْمِلْ عَلَيْهِ
يَلْهَثْ أَوْ تَتْرُكْهُ يَلْهَثْ … {176}
“Dan
bacakanlah kepada mereka berita orang yang telah Kami ajarakan
kepadanya ayat-ayat Kami, lalu ia lepas darinya maka setan mengikutinya
dan jadilah ia orang-orang yang sesat. Kalau Kami kehendaki, Kami akan
mengangkat derajatnya dengan (ayat-ayat itu), akan tetapi ia condong
kepada dunia dan mengikuti hawa nafsunya, maka perumpamaannya seperti
anjing, jika kamu menghalaunya dijulurkan lidahnya dan jika kamu
membiarkannya ia menjulurkan lidahnya juga..” (QS. Al-A’raf: 175-176).
Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah rahimahullah berkata, “Allah Subhanahu wa Ta’ala
menyerupakan orang yang diajarkan ilmu dan Al-Kitab namun ia tidak mau
mengamalkannya dan mengikuti hawa nafsunya seperti anjing yang termasuk
hewan yang paling dungu dan sangat rakus. Semangatnya hanya berkutat
pada perut (dan kemaluannya), di antara bukti kerakusannya adalah ia
senantiasa berjalan dengan moncong hidungnya ke tanah. Ia selalu mencium
duburnya tanpa bagian tubuhnya yang lain, bangkai lebih ia sukai dari
daging yang segar, tinja lebih ia gemari dari makanan yang enak, jika ia
menemukan bangkai yang mencukupi seratus anjing ia tidak akan
memberikan peluang anjing lain untuk makan bersamanya saking rakus dan
bakhilnya.
Penyerupaan orang yang lebih mengutamakan kehidupan dunia dari kehidupan
akhirat padahal ia mempunyai ilmu yang banyak seperti anjing yang
menjulurkan lidahnya mempunyai rahasia yang indah yaitu bahwa orang yang
lepas dari ayat-ayat Allah ini dan lebih mengikuti hawa nafsunya semua
itu disebabkan keserakahannya terhadap dunia dan hatinya pun terputus
dari Allah dan kampung akhirat karena keserakahannya itu..”.[2]
Disesatkan di atas ilmu
أَفَرَءَيْتَ
مَنِ اتَّخَذَ إِلَهَهُ هَوَاهُ وَأَضَلَّهُ اللهُ عَلَى عِلْمٍ وَخَتَمَ
عَلَى سَمْعِهِ وَقَلْبِهِ وَجَعَلَ عَلَى بَصَرِهِ غِشَاوَةً فَمَن
يَهْدِيهِ مِن بَعْدِ اللهِ أَفَلاَ تَذَكَّرُونَ
“Bagaimana
pendapatmu mengenai orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai
tuhannya dan Allah pun menyesatkannya di atas ilmu dan Allah telah
mengunci pendengaran dan hatinya serta meletakkan penutup pada
penglihatannya? Maka siapakah yang dapat memberinya hidayah setelah
Allah? Mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?” (QS. Al-Jatsiyah : 23).
Ibnu Katsir rahimahullah
berkata, “Artinya ia hanya mau melakukan perintah hawa nafsunya saja,
apa yang ia pandang baik dilakukannya dan apa yang menurutnya buruk
ditinggalkannya dan ayat ini dapat dijadikan dalil yang membantah
pendapat Mu’tazilah yang berpendapat bahwa akal berdiri sendiri dalam
menilai baik dan buruk.. (dan Allah pun menyesatkannya di atas ilmu) ada
dua makna: pertama, bahwa Allah menyesatkannya karena Allah mengetahui
bahwa ia berhak mendapatkannya. Kedua, Allah menyesatkannya setelah
tegak hujjah kepadanya.”[3]
فَإِن
لَّمْ يَسْتَجِيبُوا لَكَ فَاعْلَمْ أَنَّمَا يَتَّبِعُونَ أَهْوَآءَهُمْ
وَمَنْ أَضَلُّ مِمَّنِ اتَّبَعَ هَوَاهُ بِغَيْرِ هُدًى مِّنَ اللهِ إِنَّ
اللهَ لاَيَهْدِى الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ
“Dan
siapakah yang paling sesat dari orang yang mengikuti hawa nafsunya
dengan tanpa petunjuk dari Allah? Sesungguhnya Allah tidak memberikan
petunjuk kepada orang-orang yang zalim“. (QS. Al Qashash : 50).
Syaikh Abdurrahman As-Sa’di rahimahullah
berkata, “Ini adalah manusia yang paling sesat. Ia ditawarkan hidayah
dan jalan yang lurus yang akan menyampaikannya kepada Allah dan negeri
kemuliaan, namun ia tidak mau menerima dan tidak pula menengoknya.
Sementara hawa nafsunya menyerunya kepada jalan yang akan
menyampaikannya kepada kebinasaan dan kesengsaraan ternyata ia
mengikutinya dan meninggalkan hidayah.
Adakah orang yang lebih sesat dari orang yang seperti ini sifatnya?!
Akan tetapi permusuhan dan kebenciannya kepada kebenaran yang menjadikan
ia terus menerus di atas kesesatan sehingga Allah tidak memberi hidayah
kepadanya”.[4]
وَلاَتُطِعْ مَنْ أَغْفَلْنَا قَلْبَهُ عَنْ ذِكْرِنَا وَاتَّبَعَ هَوَاهُ وَكَانَ أَمْرُهُ فُرُطًا
“Dan
janganlah engkau taati orang yang Kami lalaikan hatinya untuk mengingat
Kami dan mengikuti hawa nafsunya dan keadaannya sudah melampaui batas“. (QS. Al-Kahfi : 28).
Dalam ayat ini Allah melarang Rasul-Nya untuk mentaati orang yang
mempunyai salah satu dari tiga sifat: pertama, orang yang lalai dari
mengingat Allah sehingga ia pun Allah buat lalai dari mengingat-Nya
sebagai balasan dari perbuatannya. Kedua, orang yang mengikuti hawa
nafsunya dengan mengikuti semua titah syahwatnya bahkan berusaha untuk
meraihnya walaupun padanya terdapat kebinasaan dan kerugian. Dan yang
ketiga adalah yang urusannya sia-sia dan meremehkan batasan-batasan
Allah dan syariat-Nya, maka orang yang seperti ini tidak berhak menjadi
panutan dalam kehidupan manusia.
Syaikh Abdurrahman As-Sa’di rahimahullah
berkata, “Ayat ini menunjukkan bahwa orang yang berhak ditaati dan
menjadi imam untuk manusia adalah orang yang hatinya dipenuhi dengan
kecintaan kepada Allah dan lisannya senantiasa basah dengan dzikir
kepada-Nya. Ia senantiasa mengikuti keridhaan Rab-nya dan lebih
mengutamakan-Nya dari hawa nafsunya. Ia juga selalu menjaga waktunya dan
istiqamah dalam perbuatannya, serta mengajak manusia kepada (hidayah)
yang Allah berikan kepadanya.”[5]
بَلِ اتَّبَعَ الَّذِينَ ظَلَمُوا أَهْوَآءَهُم بِغَيْرِ عِلْمٍ فَمَن يَهْدِي مَنْ أَضَلَّ اللهُ وَمَاَلُهم مِّن نَّاصِرِينَ
“Akan
tetapi orang-orang zalim itu mengikuti hawa nafsu mereka dengan tanpa
ilmu, maka siapakah yang mampu memberikan hidayah kepada orang yang
Allah sesatkan? dan mereka tidak memiliki penolong-penolong (selain
Allah).” (Ar Ruum : 29).
Menyesatkan pelakunya dari jalan Allah.
وَلاَتَتَّبِعِ الْهَوَى فَيُضِلَّكَ عَن سَبِيلِ اللهِ
“Dan janganlah engkau mengikuti hawa nafsu karena akan menyesatkanmu dari jalan Allah..” (QS. Shaad: 26).
Amat berat kerusakan yang ditimbulkan oleh hawa nafsu dan syahwat.
Keduanya merusak dunia dan agama bahkan merusak tatanan kehidupan
manusia akibat hatinya yang telah hitam kelam, tidak lagi dapat mengenal
yang ma’ruf tidak pula mengingkari yang mungkar sebagaimana disebutkan dalam hadits,
وَالْآخَرُ
أَسْوَدُ مُرْبَادًّا كَالْكُوزِ مُجَخِّيًا لَا يَعْرِفُ مَعْرُوفًا
وَلَا يُنْكِرُ مُنْكَرًا إِلَّا مَا أُشْرِبَ مِنْ هَوَاهُ
“..dan
hati yang hitam seperti cangkir yang terbalik; tidak mengenal yang
ma’ruf dan tidak mengingkari yang mungkar kecuali yang sesuai dengan
hawa nafsunya.” (HR Muslim).[6]
Yang lebih berbahaya lagi adalah orang yang berusaha mencari dalil
untuk berdalih membenarkan hawa nafsunya dan menafsirkan ayat dan hadis
sesuai seleranya, maka orang seperti ini sangat sulit kembali walaupun
ditegakkan kepadanya seribu dalil.
Penulis: Ustadz Abu Yahya Badrusalam, Lc.
Artikel www.CintaSunnah.com
Catatan kaki:
- Lihat shahih targhib dan tarhib no 52 dan 2143.
- I’lamul muwaqqi’in hal 114-115 tahqiq Raid bin Shabri bin Abi ‘Alafah.
- Tafsir ibnu Katsir 7/205-206 tahqiq Hani Al Haj.
- Taisir Al Karimirrahman hal 567 cet. Muassasah Risalah.
- Taisir Al Karimirrahman hal 425 cet. Muassasah Risalah.
- Muslim 1/128 no 144.
1 komentar:
Subhanallah sukron ya ukhti, blognya bagus banget nich, semoga Allah mudahkan urusan antum dalam berdakwah, dan semoga bermanfaat bagi kita semua dunia dan akherat aamiin
Posting Komentar