Malam mulai menjelang, dalam waktu singkat masjid-masjid dan surau-surau mulai ramai dipadati oleh jama’ah. Di tangan-tangan mereka ada sebotol air yang mereka letakkan di tengah-tengah masjid. Di malam itu mereka membaca surat Yasin bersama-sama. Di kalangan ummat islam tradisional malam ini dikenal dengan malam Nishfu Sya’ban yaitu malam pertengahan bulan Sya’ban. Kaum muslimin di negeri ini pada umumnya merayakan malam ini dengan melakukan “yasinan” yaitu membaca surat Yasin beberapa kali dengan diselingi dzikir dan doa-doa, dan semuanya dilakukan berjama'ah di dalam masjid atau surau. Benarkah apa yang mereka lakukan ini? Dan adakah contoh dari Rasulullah dan shahabatnya Radhiyallahu ’anhum dalam menghidupkan malam tersebut dengan melakukan ibadah?
Sebagian ulama menganggap malam ini memiliki keutamaan khusus, hal ini didasari hadits yang dishahihkan oleh sebagian mereka seperti hadits,
يَطَّلِعُ اللهُ تَبَارَكَ وَتَعَالىَ إِلَى خَلقِهِ لَيْلَةَ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَان، فَيَغْفِر لِجَمِيع خَلقِهِ، إِلاَّ لِمُشْرِكٍ أَو مُشَاحِنٍ.
“Allah Tabaaraka wa Ta’aala melihat kepada para makhluknya di malam pertengahan bulan Sya’ban, maka Dia Mengampuni seluruh makhluknya kecuali orang musyrik dan penghianat” HR Ibnu Hibban dari shahabat Mua’dz bin Jabal Radhiyallahu ’anhu Shahih Ibnu Hibban (12/481) (no; 5665). Asy-Syaikh Al Albani Rahimahullah berkata, “Hadits ini shahih dengan keseluruhan jalan-jalannya…” Ash-Shahihah (no; 1144)
Oleh karena itu sebagian ulama salaf di negeri Syam menghidupkan malam ini dengan melakukan ibadah, seperti Khalid bin Ma’dan, Makhul, Luqman bin ‘Amir, Ishaq bin Rahawaih dan Al Auza’i Rahimahumullah.
Dan di antara ulama islam yang mengakui adanya keutamaan malam ini adalah Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullah di saat beliau menerangkan bahwa di antara waktu-waktu memang ada yang dimuliakan oleh syariat, akan tetapi dalam praktek ibadahnya terjadi kebid’ahan-kebid’ahan. Beliau berkata, “Termasuk dalam hal ini (waktu-waktu yang dimuliakan tersebut –penerj) adalah malam pertengahan bulan Sya’ban, tentang keutamaannya telah diriwayatkan hadits-hadits yang marfu’ dan atsar-atsar yang mengisyaratkan bahwa malam ini memang malam yang dimuliakan…”. Iqtidha’ Shiratul Mustaqim (2/136)
Asy-Syaikh Aba Buthain Rahimahullah berkata, “Adapun puasa pada pertengahan Sya’ban, hal ini tidak disyari’atkan, walaupun malamnya memang ada keutamaan…” Durarus Sanniyah (5/361)
Adapun ulama yang lain mengingkari keutamaan malam ini dan menganggapnya sama dengan malam-malam yang lain. Zaid bin Aslam Rahimahullah berkata, “Guru-guru kami tidak menganggapnya lebih istimewa dari malam-malam lainnya”. Dan ketika ada orang yang berkata, “Ziyad An-Numari berkata, “Pahala di malam Nisyfu Sya’ban seperti pahala pada malam Lailatul Qadar”. Maka Ibnu Abi Mulaikah berujar, “Seandainya aku mendengarnya dan di tanganku ada tongkat, pasti telah kupukul”.
Adapun menghidupkannya dengan ibadah, kebanyakan ulama Hijaz seperti ‘Atha dan Ibnu Abi Mulaikah, justru mengingkarinya dan juga para fuqaha’ Madinah. Sebagaimana ini juga pendapat para shahabat Imam Malik Rahimahullah, mereka semua mengatakan, “Semua perkara ini adalah bid’ah”.
Terlepas dari ada tidaknya keistimewaan malam ini, tetap tidak seorang pun dari ulama yang meyakini keistimewaannya menghidupkan malam ini seperti yang dilakukan oleh kebanyakan ummat islam sekarang. Apalagi pendapat yang benar bahwa perkara tersebut adalah bid’ah, karena tidak ada satu pun riwayat dari Nabi atau para shahabatnya yang mulia Radhiyallahu ’anhum bahwa dahulu mereka menghidupkannya dengan melakukan ibadah.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullah berkata, “Adapun berpuasa di hari tersebut tidak ada dalilnya bahkan dibenci, begitu pula menjadikan malam tersebut sebagai perayaan musiman, makan-makan dan berhias, ini termasuk perkara baru, bid’ah, dan tidak ada asal-usulnya (dalam syari'at)”. Iqtidha’ Shiratul Mustaqim (2/136)
Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz Rahimahullah berkata, “Diantara bid’ah yang dibuat-buat oleh sebagian orang adalah bid’ah merayakan malam Nishfu Sya’ban dan mengkhususkan siang harinya dengan berpuasa”. Hukmu Al Ihtifal bi Lailati An-Nishf min Sya’ban (hal 27). Masih dalam risalah yang sama, beliau menegaskan, “Berdasarkan uraian ayat-ayat dan hadits-hadits serta ucapan para ulama di atas, jelaslah bagi para pencari kebenaran bahwa merayakan malam Nishfu Sya’ban dengan melakukan shalat atau yang lainnya serta mengkhususkan siang harinya dengan berpuasa adalah perbuatan bid’ah yang mungkar menurut kebanyakan ulama dan tidak ada asal-usulnya dalam syariat yang suci ini. Bahkan termasuk perkara yang diada-adakan di dalam Islam setelah berlalunya generasi shahabat Radhiyallahu ’anhum.
Dan firman Allah berikut ini cukup bagi para pencari kebenaran dalam perkara ini juga dalam perkara lainnya,
{الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْأِسْلامَ دِيناً} (المائدة:3)
“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agamamu”. (QS. 5:3).
Dan cukuplah pula sabda Nabi ,
مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمرِنَا هَذَا مَا لَيسَ مِنهُ فَهُوَ رَدٌّ
“Barangsiapa yang membuat-buat perkara baru dalam agama ini yang bukan darinya maka ia tertolak” Muttafaqun ‘Alaihi dari ‘Aisyah Radhiyallahu ’anha.
Wallahua’lam bis Shawaab…
Di tulis oleh Ustadz Ja'far Shalih Hafidzahullah
CATATAN INI KEJADIAN TADI MALAM AFWAN KALAU INFONYA TELAT KARENA BANYAKNYA PERTANYAAN MASALAH INI. TERUTAMA YANG MUDA-MUDA. INSYA ALLAH INI JADI JAWABAN YA.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar