Tabarruk artinya mencari berkah, mengharapkannya, dan meyakininya. Sedangkan berkah ( بَرَكَةٌ / barokah) menurut bahasa Arab artinya adalah kebaikan yang banyak, kebahagiaan, dan tetapnya serta bertambahnya.
Semua berkah dan kebaikan sesungguhnya hanyalah milik Alloh. Dia berfirman:
قُلِ اللَّهُمَّ مَالِكِ الْمُلْكِ تُؤْتِي الْمُلْكَ مَن تَشَآءُ وَتَنزِعُ الْمُلْكَ مِمَّن تَشَآءُ وَتُعِزُّ مَن تَشَآءُ وَتُذِلُّ مَن تَشَآءُ بِيَدِكَ الْخَيْرُ إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرُُ {26
Katakanlah: “Wahai Alloh, Yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan engkau cabut kerajaan dari orang yang engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Hanya di tangan-Mu segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu. (QS. Ali Imron (3): 26)
Rosululloh shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
حَيَّ عَلَى الطَّهُورِ الْمُبَارَكِ وَالْبَرَكَةُ مِنْ اللَّهِ
“Kemarilah menuju air bersih yang diberkahi, dan berkah itu dari Alloh”. (HR. Bukhori, no: 3579; Tirmidzi; Nasa-i; dari Abdulloh bin Mas’ud)
Dari keterangan di atas jelas bahwa berkah itu milik Alloh dan dari Alloh. Oleh karena itulah meminta berkah itu hanya kepada Alloh. Syaikh Dr. ‘Ali bin Nufayyi’ Al-‘Alayani berkata: “Jika berkah itu dari Alloh, maka memintanya dari selainNya merupakan kemusyrikan kepada Alloh Ta’ala, seperti meminta rizqi, mendatangkan manfaat, dan menolak bencana dari selain Alloh ‘Azza wa Jalla”. (At-Tabarruk Masyru’ wa Tabarruk Mamnu’, hlm: 17)
Adapun tabarruk (mencari berkah) itu ada dua macam: tabarruk masyru’ dan tabarruk mamniu’.
TABARRUK MASYRU’
Meminta berkah hanyalah kepada Alloh. Namun mencari berkah dapat dilakukan dengan perantaraan perkara-perkara yang diberkahi oleh Alloh, dengan cara yang dituntunkan oleh Alloh lewat RosulNya. Inilah yang disebut dengan tabarruk masyru’ (mencari berkah yang disyari’atkan). Dan hukumnya ada yang wajib, mustahab, dan mubah. (Lihat: At-Tabarruk Anwa’uhu wa Ahkamuhu, hlm: 201, karya Syaikh Dr. Nashir bin Abdurrohman bin Muhammad Al-Judai’)
Untuk mengetahui perkara apa saja yang diberkahi oleh Alloh, dan cara mendapatkan berkah itu, semuanya harus dengan dalil-dalil Al-Qur’an dan As-Sunnah, karena hal ini termasuk urusan agama.
Contohnya adalah kitab suci Al-Qur’an, kitab yang diberkahi (mubarok) oleh Alloh Ta’ala. Dia berfirman:
وَهَذَا كِتَابٌ أَنزَلْنَاهُ مُبَارَكٌ فَاتَّبِعُوهُ وَاتَّقُوا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ {155
Dan al-Qur’an itu adalah kitab yang Kami turunkan yang diberkati, maka ikutilah dia dan bertaqwalah agar kamu diberi rahmat. (QS. Al-An’am (6): 155)
Adapun tabarruk (mencari berkah) dengan Al-Qur’an yaitu dengan cara: membacanya, merenungkannya, menghafalnya, mengimaninya, mengamalkannya, mendakwahkannya, dan sebagainya yang dituntunkan oleh Alloh dan RosulNya.
Di antara waktu yang diberkahi oleh Alloh adalah bulan Romadhon.
Rosululloh shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
قَدْ جَاءَكُمْ رَمَضَانُ شَهْرٌ مُبَارَكٌ افْتَرَضَ اللَّهُ عَلَيْكُمْ صِيَامَهُ
“Romadhon telah datang kepadamu, sebuah bulan yang diberkahi. Alloh mewajibkan atas kamu puasa padanya. (HR. Ahmad, 2/230, no: 7108; dari Abu Huroiroh. Syaikh Al-Albani berkata: “Ini hadits yang bagus karena penguat-penguatnya”. Al-Misykah 1/612)
Tabarruk (mencari berkah) dengan bulan Romadhon adalah dengan cara: berpuasa padanya, memperbanyak amal sholih, dan sebagainya yang dituntunkan oleh Alloh dan RosulNya.
Di antara tempat yang diberkahi dan dicintai oleh Alloh adalah masjid. Rosululloh shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
أَحَبُّ الْبِلَادِ إِلَى اللَّهِ مَسَاجِدُهَا وَأَبْغَضُ الْبِلَادِ إِلَى اللَّهِ أَسْوَاقُهَا
Yang paling Alloh cintai dari bagian kota-kota adalah masjid-masjidnya, dan yang paling Alloh benci dari bagian kota-kota adalah pasar-pasarnya. (HR. Muslim, no: 671)
Tabarruk (mencari berkah) dengan lewat masjid adalah dengan cara: melakukan sholat jama’ah di dalamnya, membaca Al-Qur’an, tholabul ilmi (kajian agama) dan sebagainya yang dituntunkan oleh Alloh dan RosulNya.
Intinya bahwa seluruh perbuatan atau perkataan, yang diperintahkan atau dianjurkan oleh Alloh atau RosulNya, untuk dilakukan di tempat tertentu atau waktu tertentu, atau tanpa ketentuan waktu dan tempatnya, kemudian seorang hamba melaksanakannya sesuai dengan tuntunan, dengan niat ikhlas dan didasari keimanan, maka hamba tersebut akan mendapatkan berkah dan kebaikan yang besar di dunia dan di akhirat.
TABARRUK MAMNU’
Selain mencari berkah yang disyari’atkan ada juga yang terlarang. Yaitu mencari berkah dengan perkara-perkara yang dilarang oleh syari’at, atau yang melewati batas tabarruk masyru’, atau yang tidak memiliki sandaran syari’at sama sekali. (Lihat: At-Tabarruk Anwa’uhu wa Ahkamuhu, hlm: 315, karya Syaikh Dr. Nashir bin Abdurrohman bin Muhammad Al-Judai’) Sehingga hukum tabarruk terlarang ini bisa sekedar kemaksiatan, dosa besar, atau bahkan kemusyrikan.
Di antara contoh tabarruk terlarang adalah tabarruk dengan dzat atau bekas orang sholih –selain Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam -, tabarruk dengan kubur orang sholih, tabarruk dengan merayakan hari kelahiran atau kematian atau peristiwa penting orang sholih, tabarruk dengan tempat-tempat yang berkaitan dengan kejadian yang penting.
Di antara tabarruk yang syirik yaitu tabarruk kepada pohon, batu, kubur, patung, atau semacamnya sebagaimana dilakukan oleh orang-orang jahiliyah. Inilah salah satu contohnya:
عَنْ أَبِي وَاقِدٍ اللَّيْثِيِّ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمَّا خَرَجَ إِلَى حُنَيْنٍ مَرَّ بِشَجَرَةٍ لِلْمُشْرِكِينَ يُقَالُ لَهَا ذَاتُ أَنْوَاطٍ يُعَلِّقُونَ عَلَيْهَا أَسْلِحَتَهُمْ فَقَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ اجْعَلْ لَنَا ذَاتَ أَنْوَاطٍ كَمَا لَهُمْ ذَاتُ أَنْوَاطٍ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُبْحَانَ اللَّهِ هَذَا كَمَا قَالَ قَوْمُ مُوسَى اجْعَلْ لَنَا إِلَهًا كَمَا لَهُمْ آلِهَةٌ وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَتَرْكَبُنَّ سُنَّةَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ
Dari Abu Waqid Al-Laitsi, bahwa ketika Rosululloh n keluar menuju Hunain, beliau melewati sebuah pohon milik orang-orang musyrik, pohon itu dinamakan Dzatu Anwaath. Mereka biasa menggatungkan senjata-senjata mereka di atas pohon itu. Kemudian sebagian orang-orang Islam (yang baru masuk Islam-pen) mengatakan; “Wahai Rosululloh, buatkanlah Dzatu Anwaath untuk kami, sebagaimana mereka memiliki Dzatu Anwaath”. Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Subhanalloh, ini seperti yang telah dikatakanoleh kaum Musa: “Buatkanlah sesembahan untuk kami, sebagaimana mereka memiliki sesembahan-sesembahan. Demi (Alloh) Yang jiwaku ditanganNya, kamu benar-benar akan mengikuti jalan orang-orang sebelum kamu”. (HR. Tirmidzi, no: 2180)
Oleh karena itulah Alloh Ta’ala mencela orang-orang jahiliyah yang bertabarruk lewat tuhan-tuhan mereka, yaitu Al-Lata, Al-Uzza, dan Manah (Lihat Surat An-Najm (53): 19-20)
Ketiga nama ini adalah tuhan-tuhan yang disembah oleh orang-orang Arab jahiliyah. Al-Lata adalah batu putih berukir yang padanya terdapat rumah, memiliki tirai-tirai, dan ada penjaganya. Di sekitarnya terdapat lokasi tanah yang diagungkan oleh penduduk kota Thoif. Sedangkan Al-Uzza adalah sebuah pohon, yang padanya terdapat bangunan dan tirai-tirai, terletak di daerah Nakhlah, antara Makkah dan Thoif. Adapun Manah adalah berhala yang terletak di Musyallal, dekat Qudaid, antara Makkah dan Madinah. (Lihat Tafsir Ibnu Katsir, surat An-Najm, ayat: 19-20)
Ada juga yang mengatakan bahwa Lata adalah kubur seseorang yang dahulu dianggap sebagai orang sholih. (Fathul Majid, hlm: 116-117)
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab membawakan ayat-ayat ini (surat An-Najm: 19-20) di dalam kitab Tauhid, pada bab: “Orang yang bertabarruk dengan sebuah pohon atau batu dan semacamnya”.
Syaikh Abdurrohman bin Hasan Alu Syaikh berkata: “Kesesuaian ayat-ayat itu dengan bab ini adalah dari sisi bahwa para penyembah berhala-berhala ini, hanyalah meyakini terjadinya berkah dari berhala-berhala itu, dengan sebab pengagungan terhadapnya, berdoa kepadanya, minta tolong kepadanya, bersandar kepadanya di dalam mendapatkan apa yang mereka harapkan darinya, dan apa yang mereka cita-citakan dengan sebab berkahnya, syafa’atnya (perantaraannya), dan selain itu. Maka tabarruk dengan kuburan orang-orang sholih, seperti Lata, dan dengan pohon-pohon dan batu-batu, seperti Al-‘Uzza dan Manah, termasuk bilangan perbuatan orang-orang musyrik ini terhadap berhala-berhala itu. Maka barangsiapa melakukan seperti itu, atau meyakini (berkah-pen) terhadap kubur, atau batu, atau pohon, maka dia telah menyerupai para penyembah berhala-berhala ini di dalam kemusyrikan yang mereka dahulu lakukan terhadapnya”. (Fathul Majid, hlm: 119)
Setelah kita mengetahui keterangan di atas maka hendaklah kita jauhi seluruh tabarruk mamnu’, dan semoga Alloh selalu menjaga kita semua dari keburukan
Oleh al Ustadz al Fadhil Abu Isma’il Muslim Atsari hafizhahullah (www.UstadzMuslim.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar