Oleh
Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan bin Abdullah bin Fauzan
Tauhid
adalah meyakini keesaan Allah dalam Rububiyah, ikhlas beribadah
kepadaNya, serta menetapkan bagiNya Nama-nama dan Sifat-sifatNya. Dengan
demikian, tauhid ada tiga macam: Tauhid Rububiyah , Tauhid Uluhiyah
serta Tauhid Asma' wa Sifat. Setiap macam dari ketiga macam tauhid itu
memiliki makna yang harus dijelaskan agar menjadi terang perbedaan
antara ketiganya.
Makna Tauhid Rububiyah
Yaitu mengesakan
Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam segala perbuatanNya, dengan meyakini
bahwa Dia sendiri yang menciptakan segenap makhluk. Allah Subhanahu wa
Ta'ala berfirman:
"Artinya : Allah menciptakan segala sesuatu ..." [Az-Zumar: 62]
Bahwasanya Dia adalah Pemberi rizki bagi setiap manusia, binatang dan makhluk lainnya. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
"Artinya : Dan tidak ada suatu binatang melatapun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rizkinya, ..." [Hud : 6]
Dan
bahwasanya Dia adalah Penguasa alam dan Pengatur semesta, Dia yang
mengangkat dan menurunkan, Dia yang memuliakan dan menghinakan,
Mahakuasa atas segala sesuatu. Pengatur rotasi siang dan malam, Yang
menghidupkan dan Yang mematikan. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
"Artinya
: Katakanlah: "Wahai Tuhan Yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan
kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan
dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau
kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan
Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala
sesuatu. Engkau masukkan malam ke dalam siang dan Engkau masukkan siang
ke dalam malam. Engkau keluarkan yang hidup dari yang mati, dan Engkau
keluarkan yang mati dari yang hidup. Dan Engkau beri rizki siapa yang
Engkau kehendaki tanpa hisab (batas)." [Ali Imran: 26-27]
Allah
telah menafikan sekutu atau pembantu dalam kekuasaan-Nya. Sebagaimana
Dia menafikan adanya sekutu dalam penciptaan dan pemberian rizki. Allah
Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
"Artinya : Inilah ciptaan Allah,
maka perlihatkanlah olehmu kepadaku apa yang telah diciptakan oleh
sembahan-sembahan (mu) selain Allah ..." [Luqman: 11]
"Artinya : Atau siapakah dia ini yang memberi kamu rizki jika Allah menahan rizkiNya?" [Al-Mulk: 21]
Allah menyatakan pula tentang keesaanNya dalam rububiyah-Nya atas segala alam semesta. Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala :
"Artinya : Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam." [Al-Fatihah: 2]
"Artinya
: Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan
bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas 'Arsy. Dia menutupkan
malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakanNya
pula) matahari, bulan dan bintang-bintang (masing-masing) tunduk kepada
perintahNya. Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah.
Mahasuci Allah, Tuhan semesta alam." [Al-A'raf: 54]
Allah
menciptakan semua makhlukNya di atas fitrah pengakuan terhadap
rububiyah-Nya. Bahkan orang-orang musyrik yang menye-kutukan Allah dalam
ibadah juga mengakui keesaan rububiyah-Nya.
"Artinya :
Katakanlah: "Siapakah Yang Empunya langit yang tujuh dan Yang Empunya
`Arsy yang besar?" Mereka akan menjawab: "Kepunyaan Allah." Katakanlah:
"Maka apakah kamu tidak bertakwa?" Katakanlah: "Siapakah yang di
tanganNya berada kekuasaan atas segala sesuatu sedang Dia melindungi,
tetapi tidak ada yang dapat dilindungi dari (azab)-Nya, jika kamu
mengetahui?" Mereka akan menjawab: "Kepunyaan Allah." Katakanlah:
"(Kalau demikian), maka dari jalan manakah kamu ditipu?" [Al-Mu'minun:
86-89]
Jadi, jenis tauhid ini diakui semua orang. Tidak ada umat
mana pun yang menyangkalnya. Bahkan hati manusia sudah difitrahkan untuk
mengakuiNya, melebihi fitrah pengakuan terhadap yang lain-Nya.
Sebagaimana perkataan para rasul yang difirmankan Allah:
"Berkata rasul-rasul mereka:
"Apakah ada keragu-raguan terhadap Allah, Pencipta langit dan bumi? Dia
menyeru kamu untuk memberi ampunan kepadamu dari dosa-dosamu dan
menangguhkan (siksaan)mu sampai masa yang ditentukan?" Mereka berkata:
"Kamu tidak lain hanyalah manusia seperti kami juga. Kamu menghendaki
untuk menghalang-halangi (membelokkan) kami dari apa yang selalu
disembah nenek moyang kami, karena itu datangkanlah kepada kami, bukti
yang nyata".
yang kita ambil pengalan
"Artinya : Berkata rasul-rasul mereka: "Apakah ada keragu-raguan terhadap Allah, Pencipta langit dan bumi?" [Ibrahim: 10]
Adapun
orang yang paling dikenal pengingkarannya adalah Fir'aun. Namun
demikian di hatinya masih tetap meyakiniNya. Sebagaimana perkataan Musa
alaihis salam kepadanya:
"Artinya : Musa menjawab: "Sesungguhnya
kamu telah mengetahui, bahwa tiada yang menurunkan mu`jizat-mu`jizat itu
kecuali Tuhan Yang memelihara langit dan bumi sebagai bukti-bukti yang
nyata: dan sesungguhnya aku mengira kamu, hai Fir`aun, seorang yang akan
binasa". [Al-Isra': 102]
Ia juga menceritakan tentang Fir'aun dan kaumnya:
"Artinya
: Dan mereka mengingkarinya karena kezhaliman dan kesombongan (mereka)
padahal hati mereka meyakini (kebenaran) nya." [An-Naml: 14]
Begitu
pula orang-orang yang mengingkarinya di zaman ini, seperti komunis.
Mereka hanya menampakkan keingkaran karena ke-sombongannya. Akan tetapi
pada hakikatnya, secara diam-diam batin mereka meyakini bahwa tidak ada
satu makhluk pun yang ada tanpa Pencipta, dan tidak ada satu benda pun
kecuali ada yang membuatnya, dan tidak ada pengaruh apa pun kecuali
pasti ada yang mempenga-ruhinya. Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala :
"Artinya
: Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatupun ataukah mereka yang
menciptakan (diri mereka sendiri)? Ataukah mereka telah menciptakan
langit dan bumi itu?; sebenarnya mereka tidak meyakini (apa yang mereka
katakan)." [Ath-Thur: 35-36]
Perhatikanlah alam semesta ini, baik
yang di atas maupun yang di bawah dengan segala bagian-bagiannya, anda
pasti mendapati semua itu menunjukkan kepada Pembuat, Pencipta dan
Pemiliknya. Maka mengingkari dalam akal dan hati terhadap pencipta semua
itu, sama halnya mengingkari ilmu itu sendiri dan mencampakkannya,
keduanya tidak berbeda.
Adapun pengingkaran adanya Tuhan oleh
orang-orang komunis saat ini hanyalah karena kesombongan dan penolakan
terhadap hasil renungan dan pemikiran akal sehat. Siapa yang seperti ini
sifatnya maka dia telah membuang akalnya dan mengajak orang lain untuk
menertawakan dirinya.
[Disalin dari kitab At-Tauhid Lish
Shaffil Awwal Al-Ali, Edisi Indonesia Kitab Tauhid 1, Penulis Syaikh Dr
Shalih bin Fauzan bin Abdullah bin Fauzan, Penerjemah Agus Hasan Bashori
Lc, Penerbit Darul Haq]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar