Sabtu, 07 April 2012

Mengimanai Jembatan Sirath di Atas Neraka


Di akherat kelak, akan banyak sekali peristiwa yang sangat  menakjubkan sekaligus menakutkan. Kita, sebagai seorang Mukmin, wajib  mempercayai segala hal yang akan terjadi pada hari Kiamat, baik yang  disebutkan dalam al-Quran maupun yang terdapat dalam Hadits yang shahih.  Kita tidak boleh membeda-bedakan dalam urusan beriman dengan segala  peristiwa tersebut, baik itu dipahami logika ataupun tidak. Segala hal  yang akan terjadi di akherat tidak bisa kita qiyaskan dengan peristiwa  di dunia ini. Karena semua peristiwa-peristiwa yang luar biasa dan  sangat dahsyat. Di antara peristiwa yang akan menakjubkan sekaligus  menakutkan di alam akhirat kelak, peristiwa melewati shirath (jembatan) yang terbentang di atas neraka menuju ke surga. Semoga Allah Ta’ala memberikan kemudahan kepada kita untuk melewatinya kelak.

PENGERTIAN SHIRATH

Shirath secara etimologi bermakna jalan lurus yang terang  (Al-Qamus al-Muhith hlm. 872). Adapun menurut istilah, yaitu jembatan yang terbentang di atas neraka jahannam yang akan dilewati semua oleh manusia ketika menuju Surga (Lawami’ul Anwar 2/189).

DALIL-DALIL TENTANG KEBERADAAN SHIRATH

Landasan keyakinan tentang adanya shirath pada hari Kiamat  berdasarkan kepada ijma’ para ulama Ahlus Sunnah yang bersumberkan  kepada dalil-dalil yang akurat dari al-Qur’an dan Sunnah. Berikut ini  kita sebutkan beberapa dalil yang menerangkan tentang adanya shirath.
Para ulama berhujjah dengan firman Allah Ta’ala berikut :
Dan tidak ada seorang pun dari kalian, melainkan akan mendatangi  neraka itu. Hal itu bagi Rabbmu adalah suatu kemestian yang sudah  ditetapkan (Maryam /19:17)

Diriwayatkan dari kalangan para Sahabat, di antaranya ; Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhu, Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu dan Ka’ab bin Ahbar radhiyallahu ‘anhu bahwa yang dimaksud dengan mendatangi neraka dalam ayat tersebut adalah melewati shirath (Lihat Tafsir Ibnu Katsir 5/254).

Sementara itu, banyak sekali riwayat dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang hal ini, di antaranya :

Sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang berbunyi : 

Kemudian didatangkan jembatan lalu dibentangkan di alas permukaan  neraka jahannam. Kami (para Sahabat)bertanya : “Wahai Rasulullah,  bagaimana (bentuk) jembatan itu ?”. jawab beliau, “licin (lagi)  mengelincirkan. Di atasnya terdapat besi-besi pengait dan kawat berduri  yang ujungnya bengkok, ia bagaikan pohon berduri di Nejd, dikenal dengan  pohon Sa’dan ..” (Muttafaqun ‘alaih)

BENTUK DAN KONDISI SHIRATH

Dalam hadits yang sudah disebutkan di atas terdapat beberapa ciri atau sifat dan bentuk shirath, yaitu : “licin  (lagi) mengelincirkan, di atasnya ada besi-­besi pengait dan kawat  berduri yang ujungnya bengkok, ia bagaikan pohon berduri di Nejd,  dikenal dengan pohon Sa’dan … “.

Dan disebutkan lagi dalam hadits bahwa shirath tersebut memiliki kait-kait besar, yang mengait siapa yang melewatinya, sebagaimana disebutkan dalam hadits berikut ini : 

Dan dibentangkanlah jembatan jahannam. Akulah orang pertama yang  melewatinya. Doa para rasul pada saat itu : “Ya Allah, selamatkanlah,  selamatkanlah”. Pada shirath itu, terdapat pengait-pengait seperti duri  pohon Sa’dan. Pernahkah kalian melihatnya?” Para Sahabat menjawab,  “Pernah, wahai Rasulullah.” “Maka ia seperti duri pohon Sa’dan, hanya  saja tiada yang mengetahui ukuran besarnya kecuali Allah. Maka ia  mengait manusia sesuai dengan amalan mereka”. (HR. al-Bukhiri)

Disamping itu, para Ulama menyebutkan pula bahwa shirath tersebut lebih halus daripada rambut, lebih tajam daripada pedang, lebih  panas daripada bara api, licin dan menggelincirkan. Hal ini berdasarkan  pada beberapa riwayat, baik yang disandarkan langsung kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ataupun kepada para Sahabat tetapi dihukumi marfu’.  Sebab, para Sahabat tidak mungkin mengatakannya dengan dasar ijtihad  pribadi mereka tentang suatu perkara yang ghaib, melainkan hal tersebut  telah mereka dengar dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Abu Said rahimahullah berkata: “Sampai kepadaku kabar bahwa shirath itu lebih halus dari rambut dan lebih tajam dari pedang”(Lihat Shahih Muslim 1/117).

Setelah kita amati dalil-dalil tersebut di atas dapat kita ikhtisarkan di sini sifat dan bentuk shirath tersebut sebagaimana berikut :

  • Shirath tersebut amat licin, sehingga sangat  mengkhawatirkan siapa saja yang lewat dimana ia mungkin saja terpeleset  dan terperosok jatuh.
  • Shirath tersebut menggelincirkan. Para Ulama telah  menerangkan maksud dari ‘menggetincirkan’ yaitu ia bergerak ke kanan dan  ke kiri, sehingga membuat orang yang melewatinya takut akan tergelincir  dan tersungkur jatuh
  • Shirath tersebut memiliki besi pengait yang besar,  penuh dengan duri, ujungnya bengkok. Ini menunjukkan siapa yang terkena  besi pengait ini tidak akan lepas dari cengkeramannya.
  • Terpeleset atau tidak, tergelincir atau tidak, dan tersambar  oleh pengait besi atau tidak, semua itu ditentukan oleh amal ibadah dan  keimanan masing-masing orang.
  • Shirath tersebut terbentang di atas neraka jahannam.  Barang siapa terpeleset dan tergelincir atau terkena sambaran besi  pengait, maka ia akan terjatuh ke dalam neraka jahannam.
  • Shirath tersebut sangat halus, sehingga sulit untuk meletakkan kaki di atasnya.
  • Shirath tersebut juga tajam, yang dapat membelah  telapak kaki orang yang melewatinya. Karena sesuatu yang begitu halus,  namun tidak bisa putus, maka akan menjadi tajam.
  • Sekalipun shirath tersebut halus dan tajam, manusia tetap dapat melewatinya. Karena Allah Ta’ala Maha Kuasa untuk menjadikan manusia mampu berjalan di atas apapun.
  • Kesulitan untuk melintasi shirath karena  kehalusannya, atau terluka karena ketajamannya, semua itu bergantung  kepada kualitas keimanan setiap orang yang melewatinya.


BAGAIMANA KEADAAN MANUSIA KETIKA MELEWATI SHIRATH ?

Setelah kita melihat sekilas tentang sifat-sifat [I]shirath[/I] yang terdapat dalam hadits-hadits shahih. Berikutnya kita lihat pula bagaimana keadaan manusia ketika melewati [I]shirath[/I] tersebut.

1. Riwayat pertama :

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rasulullah Shallallahu  ‘alaihi wa sallam telah bersabda: “Lalu diutuslah amanah dan rahim  (tali persaudaraan) keduanya berdiri di samping kiri-kanan shirath  tersebut. Orang yang pertama lewat seperti kilat”. Aku bertanya: “Dengan  bapak dan ibuku (aku korbankan) demi engkau. Adakah sesuatu seperti  kilat?” Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab :  “Tidakkah kalian pernah melihat kilat bagaimana ia lewat dalam sekejap  mata? Kemudian ada yang melewatinya seperti angin, kemudian seperti  burung dan seperti kuda yang berlari kencang. Mereka berjalan  sesuai dengan amalan mereka. Nabi kalian waktu itu berdiri di atas  shirath sambil berkata: “Ya Allah selamatkanlah!  selamatkanlah! Sampai para hamba yang lemah amalannya, sehingga datang  seseorang lalu ia tidak bisa melewati kecuali dengan merangkak”. Beliau  menuturkan (lagi) : “Pada kedua sisi shirath terdapat besi pengait yang  bergantung untuk menyambar siapa saja yang diperintahkan untuk disambar.  Maka ada yang terpeleset namun selamat dan ada pula yang terjungkir ke  dalam neraka”. (HR. Muslim).

2. Riwayat kedua :

Orang Mukmin (berada) di atasnya (shirath), ada yang secepat  kedipan mata, ada yang secepat kilat, ada yang secepat angin, ada yang  secepat kuda yang amat kencang berlari, dan ada yang secepat pengendara.  Maka ada Yang selamat setelah tertatih-tatih dan ada pula yang  dilemparkan ke dalam neraka. Mereka yang paling terakhir merangkak secara pelan-pelan “. (Muttafaqun ‘alaih)

3. Riwayat ketiga :

Di antara mereka ada yang binasa disebabkan amalannya, dan di antara mereka ada yang tergelincir namun kemudian ia selamat (Muttafaqun ‘alaih)

4. Riwayat keempat :

Dan dibentangkanlah shirath di atas permukaan neraka jahannarn.  Maka aku dan umatku menjadi orang yang pertama kali melewatinya. Dan  tiada yang berbicara pada saat itu kecuali para rasul. Dan doa para rasul pada saat itu: “Ya Allah, selamatkanlah, selamatkanlah di antara mereka ada yang tertinggal dengan sebab amalannya dan di antara mereka ada yang mendapatkan balasan sampai ia selamat”. (HR. Muslim)

Melalui riwayat-riwayat yang kita sebutkan di atas dapat kita simpulkan di sini bagaimana kondisi manusia saat melintasi shirath :


  • Ketika manusia melewati shirath, amanah dan ar-rahim (hubungan  kekerabatan) menyaksikan mereka. Ini menunjukkan betapa pentingnya  menunaikan amanah dan menjalin hubungan silaturrahim. Barangsiapa  melalaikan keduanya, maka ia akan merasa gemetar ketika disaksikan oleh  amanah dan ar-rahim saat melewati shirath.
  • Kecepatan manusia saat melewati shirath yang begitu  halus dan tajam tersebut sesuai dengan tingkat kecepatan mereka dalam  menyambut dan melaksanakan perintah-perintah Allah Ta’ala di dunia ini.
  • Di antara manusia ada yang melewati shirath secepat  kedipan mata, ada yang secepat kilat, ada yang secepat angin, ada yang  secepat burung terbang, dan ada pula yang secepat kuda yang berlari  kencang.
  • Di antara manusia ada yang melewatinya dengan merangkak  secara pelan-pelan, ada yang berjalan dengan menggeser pantatnya sedikit  demi sedikit, ada pula yang bergelantungan hampir­-hampir jatuh ke  dalam neraka dan ada pula yang dilemparkan ke dalamnya.
  • Besi-besi pengait baik yang bergantungan pada shirath maupun yang berasal dari dalam neraka akan menyambar sesuai dengan keimanan dan ibadah masing-masing manusia.
  • Yang pertama sekali melewati shirath adalah Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan umatnya.
  • Setiap rasul menyaksikan umatnya ketika melewati shirath dan mendoakan umat mereka masing-­masing agar selamat dari api neraka.
  • Ketika melewati shirath setiap Mukmin diberi cahaya sesuai dengan amalnya masing-masing. Hal ini diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu dalam menafsirkan firman Allah Ta’ala : 

Pada hari itu, engkau melihat orang-orang Mukmin cahaya mereka menerangi dari hadapan dan kanan mereka (QS. Al-hadid / 57:12)
Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata : “mereka melewati shirath sesuai dengan tingkat amalan mereka. Di antara mereka ada yang  cahayanya seperti gunung, ada cahayanya seperti pohon kurma, ada yang  cahayanya setinggi orang berdiri, yang paling sedikit cahayanya sebatas  menerangi ibu jari kakinya, sesekali nyala sesekali padam” (Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata : “Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dan Ibnu Jarir” (tafsir Ibnu katsir : 8/15)).

KELOMPOK YANG MENYIMPANG DALAM MENGIMANI SHIRATH

Meski banyak sekali dalil yang mengharuskan umat mengimani adanya shirath, namun ada saja kelompok yang menyimpang dalam masalah ini, yaitu kaum Mu’tazilah. Mereka tidak mengimani adanya shirath yang hakiki pada hari Kiamat, karena –menurut mereka- hal itu tidak masuk akal dan tidak logis (?!).

Syubhat yang merasuki hati mereka dalam pengingkaran ini, bagaimana  mungkin manusia bisa melewati di atas benda yang lebih halus dari  rambut, lebih tajam dari pedang, amat licin dan selalu bergerak-gerak?

Para Ulama telah membantah dan menjawab pernyataan aneh mereka ini dan orang-orang yang meragukan wujud shirath. Setelah menyebutkan perkataan mereka, Imam al-Qurthubi rahimahullah berkata, “Apa yang disebutkan oleh orang ini adalah tertolak  berdasarkan hadits-hadits yang kita sebutkan, bahwa beriman dengan hal  itu adalah wajib. Sesungguhnya (Allah) Dzat yang mampu menahan burung di  udara, tentu sanggup menahan orang Mukmin di atas shirath tersebut. Baik, dengan berlari maupun berjalan. Tidak boleh dialihkan dari makna hakiki kepada makna majazi kecuali  bila mustahil. Dan tidak ada kemustahilan dalam hal itu, berdasarkan  hadits-­hadits dan penjelasan para ulama yang terkemuka tentang hal itu.  Barangsiapa tidak diberi cahaya (petunjuk) oleh Allah Ta’ala maka ia tidak akan memiliki cahaya (petunjuk)”(At-Tadzkirah 1/38)


PELAJARAN DAN HIKMAH DI BALIK KEIMANAN KEPADA SHIRATH

Al-Qurthubi rahimahullah berkata, “Coba renungkan sekarang  tentang apa yang akan engkau alami, berupa ketakutan yang ada pada  hatimu ketika engkau menyaksikan shirath dan kehalusannya  (bentuknya). Engkau memandang dengan matamu kedalaman neraka jahanam  yang terletak dibawahnya. Engkau juga mendengar gemuruh dan gejolaknya.  Engkau harus melewati shirath itu sekalipun keadaanmu lemah,  hatimu gundah, kakimu bisa tergelincir, punggungmu merasa berat karena  memikul dosa, hal itu tidak mampu engkau lakukan seandainya engkau  berjalan di atas hamparan bumi, apa lagi untuk di atas shirath yang begitu halus.

Bagaimana seandainya engkau meletakkan salah satu kakimu di atasnya,  lalu engkau merasakan ketajamannya ! sehingga mengharuskan mengangkat  tumitmu yang lain!  Engkau menyaksikan makhluk-makhluk di hadapanmu  tergelincir kemudian berjatuhan! Mereka lalu ditarik oleh para malaikat  penjaga neraka dengan besi pengait. Engkau melihat bagaimana mereka  dalam keadaan terbalik ke dalam neraka dengan posisi kepala di bawah dan  kaki di atas. Wahai betapa mengerikannya pemandangan tersebut.  Pendakian yang begitu sulit, tempat lewat yang begitu sempit” (At-Tadzkirah 1/381).

Imam al-Qurthubi rahimahullah menambahkan, “Bayangkanlah wahai saudaraku!. Seandainya dirimu berada di atas shirath,  dan engkau melihat di bawahmu neraka Jahanam yang hitam-kelam, panas  dan menyala-nyala, engkau saat itu sesekali berjalan dan sesekali  merangkak”(At-Tadzkirah 1/381)

Dari pembahasan shirath di atas terbukti kebenaran akidah Ahlus Sunnah dalam pembahasan masalah iman :

Bahwa amal shaleh merupakan bagian dari iman, karena jelas sekali disebutkan dalam hadits-hadits shirath tersebut bahwa kecepatan manusia melewatinya sesuai dengan kadar  keimanan mereka masing-masing. Ini sekaligus membantah paham Murji’ah  yang mengeluarkan amal sholeh sebagai bagian dari iman.
Bahwa iman bertambah dan berkurang. Ketika seorang Mukmin  berbeda-beda tingkat kekuatan iman mereka, maka berbeda-beda pula  tingkat kecepatan mereka ketika melewati shirath. 

Dalam pembahasan shirath ini terdapat pula pelajaran bagi  kita agar kita berlomba-lomba dalam melakukan kebaikan, sehingga  termasuk orang yang paling cepat ketika melewati shirath di akhirat kelak. Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam bish shawab.



Sumber:
Tulisan: Ustadz DR. Ali Misri Semjan Putra. MA di Majalah As-Sunnah edisi 09/thn.XIV/Shafar 1432H/Januari 2011M
Artikel: ibnuabbaskendari





1 komentar:

situs islam pencerahan mengatakan...

artikel anda bagus sekali, kunjungi balik blogomasupartana.blogspot.com

Posting Komentar