Bagi para follower Ahmad Dhani yang kebanyakan remaja perlu waspada, ucapan Ahmad Dhani jika salah dan melanggar aturan syariat maka kembalikan kepada Al Quran dan As Sunnah. Islam adalah agama seluruh nabi dan rasul 'alaihimus Shalatu wassalam . Mereka semua datang mendakwahkan Islam. Karena Islam dalah satu-satunya agama yang Allah ridhai bagi hamba-hamba-Nya. Dia tidak akan menerima satu agama dari seseorang, kecuali agama Islam. Siapa yang beragama dengan selainnya ia pasti merugi.
Allah Ta’ala berfirman,
ﺇِﻥَّ ﺍﻟﺪِّﻳﻦَ ﻋِﻨْﺪَ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺍﻟْﺈِﺳْﻠَﺎﻡُ
“ Sesungguhnya agama (yang diridai) di sisi Allah hanyalah Islam. ” (QS. Ali Imran: 19)
ﻭَﻣَﻦْ ﻳَﺒْﺘَﻎِ ﻏَﻴْﺮَ ﺍﻟْﺈِﺳْﻠَﺎﻡِ ﺩِﻳﻨًﺎ ﻓَﻠَﻦْ ﻳُﻘْﺒَﻞَ ﻣِﻨْﻪُ ﻭَﻫُﻮَ ﻓِﻲ ﺍﻟْﺂَﺧِﺮَﺓِ ﻣِﻦَ ﺍﻟْﺨَﺎﺳِﺮِﻳﻦَ
“ Barang siapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi. ” (QS. Ali Imran: 85)
“Janganlah kalian termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah, yaitu orang-orang yang memecah - belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka.” (Ar-Rum: 31-32)
Lantas bagaimana jika terjadi perselisihan? Langkah apakah yang semestinya dilakukan?
“Jika kalian berselisih tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah danRasul-Nya, jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” [An-Nisa’ : 59]
Di sinilah Islam mengatur dan memberikan petunjuk pada umatnya, yakni apabila kita berselisih maka segera kembalikan kepada Allah (al-Qur’an) dan Rasul-Nya (Sunnah).
Imam as-Suyuthi berkata:
“Kemudian al-Baihaqi mengeluarkan suatu riwayat dengan sanadnya dari Maimun bin Marhan tentang firman Allah (diatas). Maksud “mengembalikan kepada Allah” dalam ayat ini adalah mengembalikan kepada kitab-Nya yaitu Al-Qur’an, sedangkan mengembalikan kepada Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam, jika beliau telah wafat “adalah kembali kepada Sunnah beliau” [Miftahul Jannah fii-Ihtijaj bi As-Sunnah (edisi Indonesia); hal. 36-46]
Kata “sesuatu” di ayat ini bentuk nakirah dalam konteks syarth (syarat), sehingga meliputi seluruh perselisihan
kontradiktif baik dalam ushul (urusan pokok) ataupun
furu’ (urusan cabang). Tafsir ini sebagaimana diungkapkan oleh Al-‘Allamah Muhammad Al-Amin Asy-Syinqithy dalam Adhwa’ul Bayan (1/ 333).
Hafizh Ibnu Katsir berkata, “Ini adalah perintah dari Allah Azza wa Jalla, bahwa segala perkara yang diperselisihkan oleh manusia, yang berkaitan dengan ushuldan furu’ agama wajib dikembalikan kepada al-Qur`an dan sunnah. Sebagaimana firman Allah, “Tentang sesuatu apa pun kamu berselisih maka putusannya terserah kepada Allah.” (Asy-Syura: 10).
Maka apa yang ditetapkan oleh kitabullah dan sunnah rasulNya dan diakui keabsahannya oleh keduanya maka itulah kebenaran dan tidak ada sesudah kebenaran melainkan kesesatan. Surat an-Nisa’: 59 tersebut menunjukkan bahwa siapa yang tidak berhakim dalam persoalan yang diperselisihkan kepada al-Qur`an dan sunnah dan tidak merujuk kepada keduanya dalam hal itu maka dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian.
Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata: “Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan untuk taat kepadaNya dan taat kepada RasulNya. Allah mengulangi kata kerja (yakni: ta’atilah!) sebagai pemberitahuan bahwa mentaati RasulNya wajib secara mutlak, dengan tanpa meninjau (mengukur) apa yang beliau perintahkan dengan al- Qur’an. Bahkan jika Beliau memerintahkan, maka wajib ditaati secara mutlak, baik yang beliau perintahkan itu terdapat dalam Al Qur’an ataupun tidak. Karena sesungguhnya, Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam diberi al-Qur’an danyang semisalnya”. [I’lamul Muwaqqi’in (1 atau 2/46), Penerbit Darul Hadits, Kairo, Th. 1422 H]
Imam Ibnul Qayyim rahimahullah juga berkata:
“Kemudian Allah memerintahkan orang-orang beriman agar mengembalikan permasalahan yang mereka perselisihkan kepada Allah dan RasulNya, jika mereka benar-benar orang-orang yang beriman. Dan Allah memberitahu mereka, bahwa hal itu lebih utama bagi mereka di dunia ini, dan lebih baik akibatnya di akhirnya. Ini mengandung beberapa perkara.
Pertama : Orang-orang yang beriman terkadang berselisih pada sebagian hukum-hukum. Perselisihan pada sebagian hukum tidak mengakibatkan mereka keluar dari keimanan (tidak kufur), jika mereka mengembalikan masalah yang mereka perselisihkan kepada Allah dan RasulNya, sebagaimana yang Allah syaratkan. Dantidak disanksikan lagi, bahwa satu ketetapan hukum yang diterikat dengan satu syarat, maka ketetapan itu akan hilang jika syaratnya tidak ada.
Kedua : Firman Allah “Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu”, maksudnya mencakup seluruh masalah yang diperselisihkan oleh orang-orang yang beriman, berupa masalah agama, baik kecil atau yang besar, yang terang dan yang samar.
Ketiga : Manusia telah sepakat bahwa mengembalikan kepada Allah maksudnya mengembalikan kepada kitabNya. (Dan) mengembalikan kepada RasulNya adalah mengembalikan kepada diri Beliau di saat hidupnya dan kepada Sunnahnya setelah wafatnya.
Keempat : Allah menjadikan “mengembalikan apa yang mereka perselisihkan kepada kepada Allah dan RasulNya” termasuk tuntutan dan konsekuensi iman. Sehingga jika itu tidak ada, imanpun hilang. [Diringkas dari I’lamul Muwaqqi’in (2/47-48), Penerbit Darul Hadits, Kairo, Th. 1422 H]
Allah berfirman: “Maka demi Råbbmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” (An-Nisaa: 65)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata:
“Dan sungguh keduanya (menentang Rasul dan mengikuti selain jalannya orang-orang mukmin) adalah saling
terkait, maka siapa saja yang menentang Rasul sesudah
jelas baginya kebenaran, pasti ia telah mengikuti selain jalan orang-orang mukmin. Dan siapa saja yang
mengikuti selain jalan orang-orang mukmin maka ia telah menentang Rasul sesudah jelas baginya kebenaran.” [Majmu’ Fatawa, 7/38].
Demikianlah adab berselisih dalam Islam, sewajarnya kita mematuhi apa yang telah dituntunkan Allah dan Rasul-Nya kepada kita. Bukan mengikuti pendapat artis. Allahu
A’lam [jabir/hudzaifah/voa-islam.com]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar